Jumat 20 Nov 2020 14:29 WIB

Ilmu Fiqih dan Ilmu Hadits Berbeda, Ini Penjelasan Pakar

Terdapat perbedaan yang mencolok garapan ilmu fiqih dan ilmu hadits

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Terdapat perbedaan yang mencolok garapan ilmu fiqih dan ilmu hadits. Ilustrasi kajian ilmu fiqih dan hadits
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdapat perbedaan yang mencolok garapan ilmu fiqih dan ilmu hadits. Ilustrasi kajian ilmu fiqih dan hadits

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Konsentrasi ilmu fiqih dan hadits berbeda. Ilmu fiqih tujuan akhirnya menjadi produk hukum, sementara ilmu hadis tujuannya untuk memeriksa kualitas sanad periwayatan untuk memastikan kesahihannya.

Ustadz Ahmad Sarwat Lc dalam buku berjudul 'Ngaji Pakai Kitab' terbitan Rumah Fikih Publishing menjelaskan bahwa ilmu fiqih bertujuan menggali Alquran dan hadits serta sumber hukum lainnya untuk disimpulkan (di-istinbath) menjadi produk hukum.

Baca Juga

"Hasil produk hukum fiqih itu ada lima yang dasar, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram," kata Ustadz Sarwat dalam bukunya.

Dia menjelaskan, ilmu hadits khususnya ilmu naqd (kritik) sanad hadits, tujuannya bukan menghasilkan produk hukum, tapi memeriksa kualitas sanad periwayatan. Artinya tujuannya bukan menarik untuk kesimpulan hukum, tapi memastikan kesahihannya saja. 

Ilmu hadits akan menjawab pertanyaan seputar ini, apa benar perkataan itu datang dari mulut Rasulullah SAW? Apa benar perbuatan itu dikerjakan oleh Rasulullah SAW? Jawabanya sebatas ya dan tidak, bukan wajib atau tidak wajib.

"Kita masuk ke contoh yang sederhana, misalnya diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW beristinja' pakai batu, masing-masing ilmu akan bekerja di masing- masing kaplingnya, peranan ilmu hadits adalah memastikan kebenaran dan validitas informasi tersebut," ujarnya.  

Dia menerangkan, kalau memang iya dan terkonfirmasi valid bahwa Rasulullah SAW beristinja' pakai batu, ya sudah selesai sampai di situ. Sementara, peranan ilmu fiqih adalah menentukan fatwa hukumnya, apakah jadi wajib, jadi sunnah atau jadi mubah. 

Adanya informasi yang sudah valid itu diproses, dianalisa, dicermati, termasuk juga dikomparasikan dengan sekian banyak informasi lain. Seperti informasi dari hadits serupa, Alquran, ijma, qiyas, mashalil mursalah, istihab, istihsan, qaul shahabi, amalu ahlil madinah, 'urf, saddudz-dzari'ah, dan lainnya.

"Mereka yang paham, tentu tidak akan pakai kitab hadis untuk menentukan hukum fiqih. Alat yang digunakan tidak sesuai. Ibaratnya menebang pohon pakai silet. Kurang sesuai meski silet itu tajam, tidak pas (silet) untuk menebang pohon jati," kata Ustadz Sarwat.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement