Jumat 20 Nov 2020 06:11 WIB

Nacer Chadli, Sang Petualang yang Jadi Pahlawan Belgia

Chadli adalah pesepak bola Muslim asal Belgia yang memiliki darah keturunan Maroko.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Endro Yuwanto
Pemain timnas Belgia, Nacer Chadli.
Foto: AP/David Vincent
Pemain timnas Belgia, Nacer Chadli.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Ikhwanuddin *)

Timnas Belgia berhasil melangkahkan kaki ke babak semifinal UEFA Nations League setelah menumbangkan Denmark 4-2 dalam laga terakhir divisi A grup 2 (A2) di Stadion Den Dreef, Leuven, Kamis (18/11). Kemenangan yang dipetik skuat the Red Devils membawanya memimpin klasemen grup A2 dengan koleksi 15 poin.

Pertarungan dua tim besar Eropa sudah barang tentu menghasilkan drama. Mulai dari saling membalas gol hingga blunder kiper Belgia, Thibaut Courtois. Di menit ke-86 saat Nacer Chadli memberi backpass ke arah kiper, Courtois tidak mampu menguasai bola yang mengalir pelan. Alhasil, Denmark sempat memperkecil ketertinggalan sebelum Belgia kembali mencetak gol di akhir babak kedua.

Meski Courtois yang melakukan kesalahan, tetapi nama Chadli yang tercatat mencetak gol bunuh diri. Kendati demikian, publik tidak bisa begitu saja menyalahkan Chadli yang sebenarnya banyak berkontribusi untuk timnya.

Belgia pantas berterima kasih kepada Chadli. Mundur dua tahun ke belakang, ia adalah pahlawan ketika timnya mengalahkan Jepang di babak 16 besar Piala Dunia 2018. Kala itu, Belgia hampir takluk karena tertinggal dua gol dari wakil Asia.

Chadli yang masuk di menit ke-65 berhasil menjadi penentu kemenangan tim. Setelah gol Jan Verthongen dan Marouane Fellaini, secara dramatis Chadli menjebol gawang lawan di injury time. Tanpa gol tersebut, mungkin Belgia tidak akan lolos hingga semifinal Piala Dunia untuk pertama kalinya.

Nacer Chadli adalah pesepak bola Muslim asal Belgia yang memiliki darah keturunan Maroko. Di lapangan, anak dari pasangan Fatima Chelki dan Ramdam Chadli biasa tampil sebagai sayap atau penyerang lubang. Perjalanan kariernya pun panjang.

Pada musim panas 2007, Chadli dikontrak klub Divisi II Belanda, AGOVV Apeldoorn. Talentanya menjadi perhatian klub Negeri Kincir Angin saat itu.

Dalam laman Football Fandom, ketika pertama kali menjalani tes klub, Chadli pernah dijuluki 'Kaliffe' atau pemimpin oleh manajer teknis AGOVV, Ted van Leeuwen. Saat itu pula, AGOVV sudah memperkirakan Chadli akan menjadi buruan tim-tim besar Eropa.

Selepas tiga musim bermain untuk AGOVV, Chadli memutuskan hengkang dan bergabung bersama FC Twente pada musim panas 2010. Ia langsung mendapat tempat sebagai pemain inti, sekaligus membawa Twente menjadi juara bertahan di turnamen Eredivisie Belanda. Gol debutnya di Eredivisie disarangkan ketika melawan rival besar klubnya, PSV Eindhoven.

Pada tahun 2011, Chadli membuat keputusan besar terhadap kewarganegaraannya. Pemain yang kini berusia 31 tahun ini pernah satu kali bermain untuk timnas Maroko dalam sebuah laga persahabatan. Permintaannya untuk bergabung dengan Belgia disetujui karena ia belum pernah tampil di kompetisi resmi bersama Maroko.

Sejak saat itu, Chadli bermain dan mendapat posisi sebagai gelandang di timnas Belgia. Ia mencetak gol internasional pertamanya di Piala Eropa 2012 ketika menjamu Azerbaijan. Kemudian, ia selalu menjadi langganan bersama rombongan timnas Belgia.

Hal tersebut membuat sejumlah klub raksasa meliriknya. Klub elite Inggris, Tottenham Hotspur, yang sudah lama mengincar Chadli, akhirnya berhasil memboyong sang gelandang pada musim panas 2013 dengan mahar tujuh juta euro. Ia bertahan bersama the Lilywhites selama tiga tahun dengan catatan 15 gol dalam 88 pertandingan.

Chadli kemudian hengkang ke West Bromwich Albion. Namun karena West Brom degradasi, Chadli memilih hijrah ke AS Monaco. Sempat dipinjamkan ke Anderlecht, ia akhirnya direkrut klub Turki, Istanbul Basaksehir, musim panas tahun ini.

*) Jurnalis Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement