Jumat 20 Nov 2020 03:03 WIB

Epidemiolog Sangsi Tes Usap Bisa Dimanipulasi

Proses tes usap Covid-19 melibatkan banyak pihak.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Petugas kesehatan melakukan tes usap (swab test) Covid-19. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Petugas kesehatan melakukan tes usap (swab test) Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani pesimistis mengenai kemungkinan hasil suatu tes usap Covid-19 dimanipulasi. Menurutnya, tes swab melibatkan banyak pihak dan tidak mungkin terjadi manipulasi tes.

"Saya rasa tidak mungkin (hasil tes swab dimanipulasi) karena prosesnya tidak hanya satu orang melainkan bertahap, artinya banyak pihak yang dilibatkan. Masa dari beberapa banyak orang itu tidak ada yang jujur," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (19/11).

Baca Juga

Tak hanya itu, ia menyebutkan tes swab menjadi gold standard dan akurasinya diatas 90 persen. Kendati demikian, masyarakat sudah pintar dan kalau ingin membuktikan benar atau tidaknya hasil tes maka bisa memilih tes ulang ke tempat lain.

Ia mengakui beberapa kasus bisa menunjukkan hasil yang berbeda meski sama-sama menggunakan metode swab karena terkait kapasitas pemeriksaan. Kendati demikian, ia meminta pemeriksaan ulang juga dilakukan memakai metode tes swab RNA virus untuk penegakan diagnosis.

"Tinggal minta cycle threshold (Ct) value atau Cq-nya. Biasanya perbedaannya tidak terlalu bermakna," katanya.

Kendati demikian, ia mengingatkan butuh hasil tes yang real time saat ini. Sebab pandemi yang membuat kasus banyak terjadi. Sehingga diharapkan ketika sampel masuk maka hasil bisa segera diketahui hasilnya di hari yang sama. Sebaliknya jika hasil tes yang lama diketahui bisa mempersulit contact tracing.

"Karena orang yang positif terinfeksi namun belum ketahuan kemudian menyebarkannya ke yang lain," katanya.

Padahal, ia menyebutkan pandemi bisa dikendalikan ketika melakukan contact tracing untuk menjaring individu orang-orang sekitar pasien terinfeksi virus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement