Kamis 19 Nov 2020 17:12 WIB

Air Pendingin Reaktor Fukushima akan Dialirkan ke Pasifik

Setelah difiter, air yang mengandung Tritium akan dibuang ke laut.

Bekas pembangkit nuklir Fukushima di Jepang.
Foto: Yoru Yamanaka/AFP
Bekas pembangkit nuklir Fukushima di Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 10 tahun setelah bencana nuklir Fukushima, tangki penampungan air tercemar radioaktif nyaris penuh. Setelah difiter, air yang mengandung Tritium akan dibuang ke laut. Apa bahayanya bagi manusia dan lingkungan?

Bencana Fukushima 11 Maret 2011, tentu masih segar dalam ingatan. Sebuah gempa dahsyat berkuatan 9,1 Skala Richter yang mengguncang kawasan timur laut Jepang memicu tsunami hingga setinggi 14 meter dan menghantam komplek pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi.

Baca Juga

Akibatnya, sistem pengaman ambruk. Blok reaktor Fukushima nomor 1 sampai nomor 4 meledak dan mengalami peleburan inti nuklir. Unsur radioaktif terlepas ke atmosfir. Dan lebih dari 160.000 warga dari kawasan sekitar reaktor atom Fukushima diungsikan sementara atau permanen.

Sekarang, hampir 10 tahun setelah bencana nuklir hebat di Fukushima, kondisi di sekitar reruntuhan PLTN dinyatakan stabil. Namun tempat penampungan air pendingin reaktor yang tercemar radioaktif dilaporkan nyaris penuh.

Seluruhnya ada 1.129 tangki penampung yang menyimpan 1,233 juta meter kubik air tercemar radioaktif. Sebanyak 958 tangki digunakan menyimpan air pendingin reaktor yang sudah difilter. Sisanya 71 tangki  menampung air yang tercemar radioaktif kadar tinggi unsur Cesium dan Strontium.

Karena reaktor atom yang melebur tetap harus didinginkan, dan air hujan juga masuk ke bekas PLTN, setiap harinya ada sekitar 170 ton air pendingin yang harus ditampung.

Sejak beberapa tahun lalu, pejabat keamanan atom Jepang sudah menyadari, kapasitas penampungan air limbah tercemar unsur radioaktif akan habis terpakai pada tahun 2022. Namun apa solusinya?

Membuang air tercemar radioaktif ke laut

Perusahaan yang dulu mengoperasikan PLTN Fukushima, Tepco menyodorkan solusi paling mudah. Yakni membuang air yang tercemar unsur radioaktif ringan Tritium yang sudah difilter, langsung ke laut atau samudra. Atau menguapkan airnya hingga habis.

Alternatif lainnya, memompa dengan tekanan tinggi air tercemar radioaktif itu jauh ke perut Bumi. Ada juga alternatif memasang tambahan ratusan tangki penampungan baru.

Georg Steinhauser, pakar Radioekologi dari Leibniz Universität Hannover di Jerman berpendapat, pemasangan tambahan tangki penampung bukan solusi bagus. “Menimbang kawasan yang merupakan zona risiko tinggi gempa bumi, harus dicari solusi secepatnya," kata Prof. Steinhauser dalam wawancara dengan DW.

“Jika tangki penampungan bocor dan airnya meresap ke dalam air tanah, unsur Tritium akan menyebar dan mencemari lapisan air tanah yang volumenya relatif kecil dan hanya mengalami pengenceran skala kecil," tambah profesor tamu di Universitas Fukushima ini.

Prof. Steinhauser menilai, membuang air tercemar Tritium yang sudah difilter dari tangki penampungan langsung ke samudra menjadi solusi paling bagus dan paling aman bagi manusia dan lingkungan. “Ini solusi yang direkomendasikan banyak pihak, termasuk dari lembaga atom internasional,“ papar pakar radioekologi itu.

Apa bahaya unsur radioaktif Tritium bagi manusia?

Unsur radioaktif Tritium adalah isotop Hidrogen dengan rumus H3 atau juga disebut air berat. Walaupun unsurnya tergolong radioaktif, namun pancaran betanya tergolong lemah dan tidak berbahaya seperti Cesium-137 atau Strontium-90. Pelindung lapisan plastik atau juga kulit manusia, sudah mencukupi untuk mencegah radiasinya masuk tubuh.

Perusahaan PLTN Fukushima, Tepco sebelumnya mengumumkan, melakukan proses penyaringan air pendingin tercemar radioaktif dengan Advanced Liquid Processing System-ALPS. Sistem filterisasi ini, disebutkan mampu menyaring 62 jenis radionuklida. Hanya unsur Tritium yang tidak bisa difilter dengan sistem ALPS.

“Tritium tidak menimbulkan bahaya bagi manusia maupun lingkungan, jika secara perlahan diencerkan dengan dibuang ke laut. Kadarnya sangat kecil dibanding dengan sisa uji coba atom yang masih ada di lautan. Dan dalam waktu singkat akan diencerkan di bawah ambang batas yang ditetapkan. Jadi seharusnya tidak ada seorangpun yang perlu ketakutan," tegas Steinhauser.

Pernyataan ini diamini Burkhard Heuel-Fabianek kepala bagian perlindungan radioaktif di pusat riset Jülich di Jerman. Pembuangan air limbah pendingin dari PLTN Fukushima secara “radiologis“ tidak bermasalah. Jika Tritium masuk ke tubuh, risikonya sangat rendah.

"Karena Tritium praktis merupakan bagian dari air, tubuh akan membuangnya lagi dengan cepat,“ujar Heuel-Fabianek dalam wawancara dengan DW.

Tidak membahayakan lingkungan?

Pakar Radioekologi Steinhauser juga menyatakan, Tritium tidak menimbulkan risiko bagi lingkungan. “Tritium tidak akan terakumulasi seperti Merkuri dalam tubuh ikan tuna. Tritium adalah isotop radioaktif Hidrogen dalam bentuk molekul air, yang akan terus menerus terencerkan oleh air laut,“ pungkas Prof. Steinhauser.

Tepco menyebutkan, sebelum dibuang ke samudra Pasifik, air pendingin reaktor Fukushima yang tercemar unsur radioaktif akan terus diencerkan, hingga mencapai nilai ambang batas aman 60.000 Becquerel per liter. Ini merupakan standar internasional untuk pembuangan Tritium ke laut.

Agar tidak menimbulkan bahaya cemaran tambahan, diperkirakan pembuangan air limbah pendingin PLTN itu akan dilakukan jauh dari pesisir, yakni dikawasan laut lepas.

Tepco juga menawarkan alternatif, dengam menguapkan air tercemar Tritium hingga habis. Namun alternatif ini disebut para ilmuwan di Tepco mengundang risiko pencemaran udara yang lebih sulit dikendalikan. Karena angin bisa menyebarkan cemaran ini ke wilayah yang lebih luas.

 

sumber: https://www.dw.com/id/air-radioaktif-pltn-fukushima-akan-dibuang-ke-laut/a-55650467

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement