Rabu 18 Nov 2020 19:00 WIB

Penyidik JAM Pidsus Periksa Mantan Dirut BEI

Pemeriksaan terkait dengan penuntasan kasus korupsi dan pencucian uang Jiwasraya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah)
Foto: Antara/Reno Esnir
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (JAM Pidsus-Kejakgung) kembali memeriksa Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (Dirut BEI) 2002-2009 Erry Firmansyah, Rabu (18/11). Pemeriksaan tersebut, masih terkait dengan penuntasan kasus korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, laporan dari tim penyidikan di JAM Pidsus, masih menebalkan status Erry sebagai terperiksa. Namun, ini bukan kali pertama Erry diperiksa sebagai saksi. 

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka perseorangan, atas nama tersangka FH (Fakhri Hilmi),” kata Hari dalam keterangannya, di Kejakgung, Jakarta, Rabu (18/11).

Erry diperiksa bersama tiga saksi lainnya. Yakni, Sujanto, Mina, dan Susanti Panuju. Sujanto, merupakan Direktur Pengelolaan Investasi pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Diperiksa juga sebagai saksi untuk tersangka FH,” kata Hari menambahkan. 

Fakhri Hilmi, salah satu dari dua tersangka perorangan dalam lanjutan penyidikan kasus Jiwasraya yang merugikan keuangan negara senilai Rp 16,8 triliun. Fakhri Hilmi, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Departeman Pengawasan Pasar Modal 2A OJK, dan ditetapkan tersangka oleh Kejakgung, pada 25 Juni lalu. 

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah, pernah menerangkan, Fakhri Hilmi menjadi tersangka lantaran tak melakukan perannya sebagai pengawas efek dalam transaksi jual beli saham, dan reksadana senilai Rp 12,7 triliun milik Jiwasraya yang dikelola pada 13 manajer investasi (MI).

Dari penyidikan diketahui, jual beli saham dan reksadana sepanjang 2014-2018 dilakukan terhadap kode efek IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, dan BJBR. Kode-kode emiten tersebut, diketahui milik Heru Hidayat, dan Benny Tjokrosaputro yang sebelum pembelian dilakukan mark up. Pembelian tersebut, menurut penyidik sudah diketahui terjadinya aksi tak wajar yang sudah dilaporkan kepada Fakhri Hilmi sebagai otoritas pembekuan, dan penghentian transaksi efek mencurigakan.

Bahkan, dalam laporan transaksi tersebut, bidang pengawasan pada OJK menyimpulkan sebagai aksi jual beli yang terindikasi tindak pidana. Akan tetapi, Fakhri Hilmi tak mengambil tindakan untuk melakukan pembekuan transaksi, dengan membiarkan proses lego saham-reksadana tersebut tetap berjalan. 

Masih menurut Febrie, aksi pembiaran yang dilakukan Fakhri Hilmi tersebut, karena diketahui adanya kesepakatan dengan Erry Firmansyah, yang pada saat itu menjadi salah satu komisaris pada perusahaan milik Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto.

Terungkapnya kesepakatan tersebut, yang membuat Fakhri Hilmi menjadi tersangka. Adapun peran Erry Firmansyah, meski status sampai kini baru sebatas saksi, namun penyidikan pada JAM Pidsus sudah melakukan pemeriksaan lebih dari tiga kali. 

Terkait kasus Jiwasraya ini, enam terdakwa sudah divonis penjara seumur hidup oleh hakim PN Tipikor. Yakni, Benny Tjokor, Heru Hidayat, Joko Tirto, dan tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement