Rabu 18 Nov 2020 15:08 WIB

Jokowi Soroti Pengadaan Konstruksi yang Belum Rampung

Saat sulit seperti sekarang, pemerintah diminta kerja secara extraordinary.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti pengadaan barang untuk proses konstruksi yang hingga kini belum rampung. Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), masih terdapat paket pekerjaan senilai Rp 60,58 triliun yang masih dalam proses sistem e-tendering, termasuk pekerjaan konstruksi yang senilai Rp 48,8 triliun.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti pengadaan barang untuk proses konstruksi yang hingga kini belum rampung. Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), masih terdapat paket pekerjaan senilai Rp 60,58 triliun yang masih dalam proses sistem e-tendering, termasuk pekerjaan konstruksi yang senilai Rp 48,8 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti pengadaan barang untuk proses konstruksi yang hingga kini belum rampung. Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), masih terdapat paket pekerjaan senilai Rp 60,58 triliun yang masih dalam proses sistem e-tendering, termasuk pekerjaan konstruksi yang senilai Rp 48,8 triliun.

“Ini bulan November sudah tanggal 18, masih ada yang masih untuk proses konstruksi, ini konstruksi loh ya, masih dalam proses itu Rp 40 triliun. Terus ngerjainnya kapan? Pengerjaannya kapan? Tinggal sebulan. Karena tanggal 22 kita sudah tutup, masuk ke libur panjang akhir tahun,” ujar Jokowi saat meresmikan Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2020 di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (18/11).

Jokowi mengatakan, di situasi krisis saat ini bahkan masih banyak kementerian, Lembaga, maupun pemerintah daerah yang bekerja biasa-biasa saja. Seharusnya, di situasi sulit saat ini, cara kerja pemerintah harus berbeda dan ditingkatkan menjadi extraordinary dengan berbagai terobosan. Cara kerja yang biasa-biasa saja inilah yang membuat realiasi belanja baik di APBN maupun APBD menjadi terlambat.

“November masih Rp 40 triliun dan itu adalah konstruksi. Terus nanti kalau misalnya itu selesai, jadi barangnya kaya apa? Kalau bangunan ya ambruk, kalau jembatan ya ambruk. Hanya berapa bulan,” ucap dia.

Presiden mengingatkan, realisasi belanja pemerintah harus lebih dipercepat. Sebab, belanja pemerintah mendorong permintaan dan meningkatkan konsumsi masyarakat sehingga dapat menggerakkan produksi dan menumbuhkan ekonomi.

“Jangan sampai sekali lagi, diulang-ulang semuanya menumpuk di akhir tahun,” tambahnya.

Untuk memantau realisasi transaksi belanja setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, Presiden meminta LKPP agar melakukan terobosan dengan memanfaatkan teknologi super modern, membangun sistem pengadaan yang real time, serta melakukan transformasi total ke arah e-procurement.

Dengan demikian, baik menteri, kepala lembaga, maupun kepala daerah bisa mendapatkan peringatan untuk melakukan percepatan realisasi belanja anggaran.

“Alarm peringatan perlu diberikan karena banyak kementerian, banyak lembaga, banyak pemda yang masih bekerja dengan cara-cara lama, rutinitas,” kata Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement