Rabu 18 Nov 2020 11:25 WIB

Palestina Buka Kembali Hubungan dengan Israel

Keputusan membuka kontak dengan Israel sebagian didasarkan situasi pandemi Covid-19

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Warga Palestina terlihat menyeberang di persimpangan Erez dengan Israel dekat Beit Hanoun. Keputusan membuka kontak dengan Israel sebagian didasarkan situasi pandemi Covid-19. Ilustrasi.
Foto: Time of Israel
Warga Palestina terlihat menyeberang di persimpangan Erez dengan Israel dekat Beit Hanoun. Keputusan membuka kontak dengan Israel sebagian didasarkan situasi pandemi Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina memulai dan membuka kembali hubungan dengan Israel. Sebelumnya Palestina memutuskan menangguhkan sementara relasi dengan Tel Aviv menyusul dirilisnya rencana perdamaian Timur Tengah oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

"Sehubungan dengan seruan yang dibuat Presiden Abbas mengenai komitmen Israel terhadap perjanjian yang ditandatangani bilateral dan berdasarkan surat resmi tertulis serta lisan yang kami terima, yang mengonfirmasi komitmen Israel terhadap mereka, sesuai dengan hal tersebut hubungan dengan Israel akan kembali seperti semula," ujar Menteri Urusan Sipil Palestina Hussein Al Sheikh dikutip laman Al Arabiya pada Selasa (17/11).

Baca Juga

Dalam konferensi video yang diselenggarakan Dewan Hubungan Luar Negeri, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan keputusan melanjutkan kontak dengan Israel sebagian didasarkan karena adanya krisis kesehatan akibat Covid-19.

Dia menyebut antara ratusan ribu pemukim Israel yang tinggal di Tepi Barat dan puluhan ribu pekerja Palestina yang pulang-pergi ke Israel setiap hari untuk bekerja, koordinasi diperlukan untuk membantu mencegah penyebaran virus. “Hidup kami sangat terkait antara kami dan Israel dan tidak mungkin kami hanya melawan virus sendiri,” katanya.

Pada Februari lalu, Mahmoud Abbas mengatakan Palestina akan memutuskan semua hubungan dengan AS dan Israel, termasuk yang berkaitan dengan keamanan. Itu merupakan respons Abbas atas rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun pemerintahan Trump.

Dalam rencananya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia pun mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan. Dengan rencana tersebut, posisi Palestina kian tersisih. Palestina tak bisa lagi mengharapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan negaranya.

Teritorial yang diinginkan Palestina, yakni berdasarkan garis perbatasan 1967, juga buyar. Sebab Israel telah mencaplok sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordan. "Rencana ini mencabut hak-hak warga Palestina, hak kami untuk menentukan nasib sendiri, bebas, dan merdeka, di negara kami sendiri," kata Abbas saat berbicara di Dewan Keamanan PBB pada Februari lalu.

Pada kesempatan itu, Abbas pun menegaskan bahwa penolakan terhadap rencana perdamaian Trump tak hanya disuarakan negaranya. Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Uni Afrika, dan Uni Eropa juga bersikap sama seperti Palestina.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement