Rabu 18 Nov 2020 10:15 WIB

'Ekosistem Entrepreneur Harus Dibangkitkan di SMK'

Ketersediaan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan banyaknya lulusan SMK.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Seorang guru memberikan materi kepada siswa jurusan multimedia saat melakukan pendampingan pembelajaran di SMK (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Seorang guru memberikan materi kepada siswa jurusan multimedia saat melakukan pendampingan pembelajaran di SMK (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ekosistem entrepreneur dinilai perlu untuk dibangkitkan di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan SMK selama ini dinilai hanya mengembangkan hard skill dan mengarahkan anak didik untuk diterima di dunia industri. 

"Namun, tidak menjadikan anak untuk dapat berkembang secara alami menuju entrepreneur melalui proses pendidikan di sekolah," kata founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, kepada Republika di sela-sela Workshop Penguatan Ekosistem SMK di Grand Dafam Rohan Jogja Hotel, Bantul, Selasa (17/11).

Padahal, kata Rizal, ketersediaan lapangan pekerjaan di dunia industri tidak sebanding dengan banyaknya lulusan SMK yang dihasilkan tiap tahunnya. Sehingga, dengan tidak adanya ekosistem entrepreneur di lingkungan SMK, maka hanya akan menciptakan pengangguran baru.

"Kalau tidak diarahkan menjadi wiraswasta melalui proses belajar di sekolah, justru malah kita menciptakan pengangguran baru. Ekosistem entrepreneur ini harus dibangkitkan kembali di SMK, yang punya peluang untuk menjadi tempat ini karena dia kejuruan," kata Rizal.

Menurutnya, ekosistem entrepreneur ini akan membuat anak didik menjadi mandiri dan belajar terus menerus. Bahkan, dapat membuat anak didik dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dengan cepat.

Dengan begitu, kata dia, anak didik juga dapat melihat peluang-peluang dari perubahan yang cepat tersebut. Sehingga, akan membuat anak didik itu sendiri lebih percaya diri. "Ekosistem yang membuat mereka percaya diri bahwa dia bukan second grade, tapi first people yang memang mengarah pada kejuruan. Ini yang harus dibangun," ujarnya.

Rizal menuturkan, membangun ekosistem tersebut dapat dilakukan dengan memberikan ruang-ruang kebebasan bagi anak didik untuk berinovasi. Namun, tidak dengan menuntut ketuntasan kurikulum yang berlebihan melalui evaluasi seperti adanya ujian akhir.

"Sehingga daya juang itu tumbuh bukan karena tuntutan kurikulum pemerintah, tapi tumbuh karena kebutuhannya sendiri. Jadikan ekosistem yang anak itu tahu kelebihan, kekurangan, dan kebutuhannya. Kemudian menyadari dunia itu berubah dengan cepat dan tak menentu, sehingga dia punya kemampuan untuk beradaptasi terus," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement