Rabu 18 Nov 2020 07:36 WIB

Daftar 14 Herbal yang Diteliti BPOM untuk Pengobatan Covid

Herbal yang diteliti BPOM di antaranya jamu purwarupa hingga ekstrak daun jambu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito. BPOM sedang meneliti 14 herbal sebagai pendamping untuk pengobatan Covid-19.
Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito. BPOM sedang meneliti 14 herbal sebagai pendamping untuk pengobatan Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan lembaganya tengah melakukan pendampingan penelitian 14 herbal sebagai pendamping untuk pengobatan Covid-19. Ramuan herbal tersebut sebagai peningkat daya tahan tubuh atau imunodulator.

Ke-14 herbal tersebut adalah cordycep dan deteflu, ekstrak daun jambu biji, health tone oil, avimac, virgin coconut oil, ekstrak etanol ketopeng China, golerend penglar, dan minyak atsiri daun. Selanjutnya, ecalyptus, awer-awer, innamed COV, jamu purwarupa, vipalboemin, bejo, dan health tone.

Baca Juga

“Ini adalah 14 dengan berbagai tahapan-tahapan yang berbeda dalam uji kliniknya, yang kami dampingi dikaitkan dengan penelitian herbal,” ujar Penny dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (17/11).

Sementara terkait pengembangan Vaksin Merah Putih untuk Covid-19 buatan dalam negeri diharapkan rampung pada kuartal IV 2021. Pengembangannya saat ini dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari Kemenristek BRIN, Balitbang Kementerian Kesehatan, Lembaga Eijkman, dan Bio Farma.

“Untuk komersialisasi, ini diperkirakan adalah kuartal keempat 2021. Nah dalam hal ini Badan POM memberikan fasilitas percepatan proses untuk pengembangan penelitian vaksin tersebut,” ujar Penny.

Ia menjelaskan, BPOM memberikan dukungan dengan pendampingan teknis aspek regulatori dalam pengembangan vaksin Covid-19. Selain itu, BPOM juga melakukan percepatan terhadap vaksin merah putih.

Pertama, sertifikasi CPOB sarana clinical batch, yaitu produksi skala kecil untuk uji klinik maksimal tujuh hari kerja. Kedua, penerbitan persetujuan uji klinik, di mana maksimal empat hari kerja.

“Penerbitan izin penggunaan masa pandemi dengan skema kegawatdaruratan kesehatan masyarakat atau emergency use authorization (EUA) adalah 20 hari kerja,” ujar Penny.

BPOM juga telah melakukan komunikasi dengan industri farmasi yang sudah menyatakan kesiapan persediaan vaksin. “Jadi antara penelitian dengan industri farmasi sudah harus mulai dikomunikasikan sejak awal,” ujar Penny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement