Selasa 17 Nov 2020 12:24 WIB

Pfizer akan Mulai Percontohan Imunisasi Vaksin Covid-19

Wilayah yang dipilih adalah Rhode Island, Texas, New Mexico, dan Tennessee di AS

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 di pasar.BioNTech dan Pfizer pada Senin (27/7) memulai uji klinis terakhir atau tahap III untuk calon vaksinnya guna mengetahui khasiat anti virus tersebut.
Foto: EPA
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 di pasar.BioNTech dan Pfizer pada Senin (27/7) memulai uji klinis terakhir atau tahap III untuk calon vaksinnya guna mengetahui khasiat anti virus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perusahaan farmasi Pfizer akan memulai program percontohan imunisasi Covid-19 di empat negara bagian Amerika Serikat (AS). Wilayah yang dipilih adalah Rhode Island, Texas, New Mexico, dan Tennessee.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Senin (16/11), Pfizer memilih empat negara bagian tersebut karena perbedaan dalam ukuran keseluruhan, keragaman populasi, dan infrastruktur imunisasi. “Empat negara bagian yang termasuk dalam program percontohan ini tidak akan menerima dosis vaksin lebih awal daripada negara bagian lain berdasarkan uji coba ini, juga tidak akan menerima pertimbangan yang berbeda,” kata Pfizer.

Baca Juga

Belum lama ini Pfizer telah mengumumkan hasil uji klinis tahap akhir vaksin Covid-19 yang dikembangkannya. Ia mengklaim vaksinnya memiliki tingkat keefektifan 90 persen.

Pengembangan vaksin memang telah menjadi tantangan utama dalam penanganan pandemi Covid-19. Namun, resistensi publik terhadap vaksin juga muncul sebagai arena baru pembahasan. Sejumlah jajak pendapat yang dilakukan sebelum dan selama pandemi menunjukkan adanya ketidakstabilan kepercayaan terhadap vaksin. Proses pembuatan vaksin yang "dikebut" menjadi salah satu faktor kekhawatiran.

The Reagan-Udall Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), telah mengadakan kelompok fokus untuk mengukur suasana hati publik terkait vaksin Covid-19. Belasan grup fokus yang terdiri dari 150 orang mengungkapkan kekhawatiran mereka.  

"Kami mendengar ketidakpercayaan pada pemerintah dan sistem perawatan kesehatan. Banyak yang tidak ingin berada di baris pertama untuk disuntik (vaksin)," kata Kepala Eksekutif The Reagan-Udall Foundation Susan Winckler.

Pakar dari Cornell University Douglas Kriner dan Sarah Keps menilai, tingkat kemanjuran yang tinggi dalam hasil uji  klinis vaksin Covid-19 milik Pfizer dan BioNTech dapat membantu meningkatkan kepercayaan publik. Belum lama ini mereka membuat penelitian tentang persepsi publik tentang vaksin Covid-19.

Penelitian mereka menyimpulkan, jika vaksin Covid-19 awal sama efektifnya dengan suntikan flu, penyerapan oleh masyarakat Amerika mungkin jauh dari tingkat 70 persen yang dibutuhkan untuk mencapai "kekebalan kelompok". "Jika vaksin itu 90 persen efektif, itu akan secara signifikan meningkatkan kesediaan orang Amerika untuk memvaksinasi lebih dari 10 persen, penting untuk memastikan penerimaan publik yang cukup untuk membantu Amerika Serikat (AS) pada akhirnya mendekati kekebalan kelompok," kata Sarah Kreps.

Pada November awal lalu, World Economic Forum (WEF) menggelar survei dengan melibatkan 18.526 responden dari 15 negara. Hasilnya menunjukkan 73 persen responden bersedia memperoleh vaksin Covid-19. Angka itu menurun empat poin dibandingkan pada Agustus. Terlepas dari persepsi publik, para ahli telah memperingatkan pembicaraan apa pun mengenai risiko dan keuntungan vaksin harus dilakukan secara jujur.

Saat ini terdapat sekitar 200 kandidat vaksin Covid-19 yang sedang dikembbangkan di seluruh dunia. Belasan di antaranya sudah memasuki uji klinis pada manusia. Kendati demikian, hingga kini belum ada satu pun yang benar-benar telah disetujui untuk digunakan secara luas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 70 persen orang harus diinokulasi untuk menghentikan penularan virus. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement