Ahad 15 Nov 2020 05:30 WIB

Ingin Mualaf tapi Orang Tua Menentang, Harus Bagaimana?

Rasulullah SAW pun mengalaminya.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Ingin Mualaf tapi Orang Tua Menentang, Harus Bagaimana? Orang tua dan anak (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Ingin Mualaf tapi Orang Tua Menentang, Harus Bagaimana? Orang tua dan anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak sedikit non-Muslim tertarik dengan ajaran Islam dan pada akhirnya memutuskan memeluk agama Islam. Selain belajar tentang Islam, mereka juga belajar tata cara beribadah seperti sholat dan mengaji.

Namun, sebagian dari mereka memiliki kesulitan dalam mengungkapkan keputusannya kepada orang terdekat, yakni orang tua. Ini akan menjadi kendala dalam beribadah, termasuk tidak bisa mengucapkan kalimat syahadat sebagai syarat masuknya seseorang ke Islam.

Baca Juga

Kondisi tersebut sama halnya dengan yang Rasulullah SAW alami. Ketika mendapat wahyu pertama, dia tidak memberi tahu siapa pun, kecuali beberapa orang terpilih yang mendukungnya. Setelah itu, dia memberi tahu kepada masyarakat.

Memang sulit mengatakan kepada orang-orang, terutama orang tua saat memutuskan memeluk agama Islam. Sebab, reaksi mereka kemungkinan akan buruk dan dikelilingi oleh ketakutan serta informasi yang salah tentang Islam.

Meski begitu, sangat penting memberitahu mereka. Terlebih jika tinggal bersama karena orang tua merupakan pelengkap hidup.

Dilansir di About Islam, salah satu caranya adalah memberi tahu mereka dengan baik-baik tanpa kemarahan, mungkin bisa juga dilakukan bertahap. Misal, menunjukkan tentang Islam dan ajak mengekspolarasi tentang Islam.

Ini seperti saat pertama masuk Islam, bertahap menuju penerimaan. Bahkan Nabi Muhammad SAW tidak dapat membuat beberapa pamannya percaya dengan ajaran Islam, seperti Abu Thalib yang mendukung dan melindunginya dengan setia. 

Alquran memberitahu umat Islam untuk terus bersikap baik kepada orang tua. Namun, tetap teguh dalam iman mereka. Sebagaimana dalam surat Al-Ankabut ayat 8:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِن جَٰهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَآ ۚ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

"Wa waṣṣainal-insāna biwālidaihi ḥusnā, wa in jāhadāka litusyrika bī mā laisa laka bihī 'ilmun fa lā tuṭi'humā, ilayya marji'ukum fa unabbi`ukum bimā kuntum ta'malụn."

Artinya : “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Terkait dengan pengucapan syahadat, meskipun seseorang belum mengucapkan syahadat secara resmi, dia sudah menjadi Muslim. Sebab, dia telah menerima pesan Islam dari Allah.

Namun, suatu saat perlu melakukan syahadat di depan para saksi Muslim. Ini bisa dilakukan di masjid atau tidak. Syahadat sangat penting bagi perkembangan seseorang yang baru saja masuk Islam. Nantinya itu akan berhubungan dalam mengurus dokumen yang akan diperlukan, seperti surat keterangan mendapatkan visa haji atau mendapatkan akta nikah. 

https://aboutislam.net/counseling/ask-about-islam/converting-to-islam-when-parents-are-against-it/

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement