Sabtu 14 Nov 2020 09:57 WIB

Pemerintah Harus Pikirkan Infrastruktur Kesehatan di Sekolah

Pemerintah saat ini sudah harus mulai berpikir untuk pembukaan sekolah.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan pemerintah saat ini sudah harus mulai berpikir untuk pembukaan sekolah. Retno mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) di kebanyakan daerah di Indonesia sudah berlangsung lama dan harus segera dipikirkan langkah baru. 

"Saya sepakat bahwa kita harus mulai memikirkan, kalau sudah 8 bulan (PJJ) bukan darurat lagi. Mestinya kita mulai bisa memikirkan hal-hal baru," kata Retno, dalam diskusi daring Belajar Efektif di Masa Pandemi, Jumat (13/11). 

Baca Juga

KPAI melakukan kunjungan ke 46 sekolah di 19 kabupaten/kota di Indonesia. Namun, hanya empat sekolah yang dinilai telah siap dari segi protokol kesehatan, yakni 2 SMK, 1 SMA, dan 1 SMP. 

Menurut Retno, sekolah yang terdapat di zona apapun harus tetap menyiapkan protokol kesehatan. Hal ini, kata Retno, harus berdasarkan sinergi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah. 

Retno mengatakan, Kemendikbud juga harus menyiapkan kelengkapan infrastruktur protokol kesehatan di sekolah. "2021 sudah mulai berpikir buka sekolah. Tapi kalau 2020 rasanya belum. Kami berharap ini disiapkan dulu oleh pemerintah daerah. Kemendikbud juga jangan bantuan kuota saja, tapi juga infrastruktur di sekolah, agar anak-anak kita di sekolah betul-betul terlindungi," kata dia lagi. 

Salah satu usulan dari KPAI, adalah ketika sekolah tatap muka mulai dilakukan, maka tidak semua jenjang kelas masuk dalam waktu yang bersamaan. Sebaiknya, urutan masuk dilakukan sesuai kelas. 

"Misalnya kelas 7 masuk, kalau SMP. Kelas 8 dan 9 di rumah. lalu dari kelas 7 masuk, misalnya kelas 7A. Kalau anak SMP kan 32 (satu kelas), maka 16 di kelas yang sebelah, 16 di sebelah lagi. Pelajarannya sama, gurunya yang berbeda," kata Retno menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement