Sabtu 14 Nov 2020 06:33 WIB

PAN: Stabilitas Pemerintahan Bukan Didasarkan Jumlah Parpol

Stabilitas pemerintahan berdasarkan perbedaan ideologi politik dari partai di DPR.

Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi menilai efektivitas dan stabilitas pemerintahan tidak berdasarkan jumlah partai politik. Namun, ia mengatakan, berdasarkan perbedaan ideologi politik dari partai yang ada di DPR.

"Saat ini, partai politik meski memiliki ideologi politik yang menjadi ciri khasnya, tetapi perbedaan ideologi partai tidak dalam posisi berlawanan/diametral, karena dipersatukan oleh Pancasila dan komitmen kebangsaan," kata Viva Yoga di Jakarta, Jumat (14/11).

Baca Juga

Hal itu dikatakan Viva Yoga terkait pernyataan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang mengatakan sejak awal berdiri, partainya menawarkan upaya penyederhanaan partai politik di Indonesia melalui kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Surya Paloh mengatakan, partainya menawarkan kenaikan ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 7 persen.

Viva Yoga menjelaskan, sistem multipartai di Indonesia saat ini adalah cerminan dari multikultural masyarakat Indonesia yang pluralis atau beragam suku bangsa, agama, adat, dan budaya. "Ini harus diakomodasi secara politik di partai politik. Makanya di UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa salah satu fungsi partai politik sebagai alat pemersatu bangsa," ujarnya.

Menurut dia, penerapan ambang batas parlemen berkaitan dengan aspek proposionalitas atau derajat keterwakilanpemilu dan pemilu yang berkualitas ditandai dengan semakin banyaknya pemilih yang terwakili alias suaranya terkonversi menjadi kursi. Dia menilai apabila banyak suara terbuang, tidak sah, ditambah partisipasi pemilih yang rendah, tentu derajat keterwakilan akan semakin buruk.

"Dalam teori matematika pemilu, semakin tinggi PT akan menyebabkan semakin besar suara sah nasional tidak bisa di konversi menjadi kursi. Hal itu diperparah dengan semakin banyaknya partai politik peserta pemilu tidak lolos PT maka akan menjadi semakin besar suara yang terbuang ini menyebabkan pemilu semakin disproposionalitas," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement