Sabtu 14 Nov 2020 03:41 WIB

Vaksin Covid-19 Mungkin Miliki Efek Samping, Seringan Apa?

Efek samping yang mungkin terasa setelah vaksinasi harus dijelaskan sedini mungkin.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Tampak ampul dengan BNT162b2, isi kandidat vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA buatan perusahaan farmasi Jerman Biontech. Vaksin yang dibuat juga bersama dengan Pfizer ini disebut 90 persen efektif.
Foto: EPA-EFE/BIONTECH SE
Tampak ampul dengan BNT162b2, isi kandidat vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA buatan perusahaan farmasi Jerman Biontech. Vaksin yang dibuat juga bersama dengan Pfizer ini disebut 90 persen efektif.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Data awal menunjukkan beberapa kandidat vaksin Covid-19 dapat menyebabkan orang merasa tidak enak badan selama beberapa hari usai penyuntikan. Masyarakat masih harus mendapatkan satu dosis lagi setelah beberapa pekan.

Di tengah rencana Pfizer meminta izin federal untuk merilis vaksin Covid-19 pada akhir November, masyarakat perlu memahami apa artinya ketika mereka disuntik vaksin dan efek samping yang akan terasa. Para ilmuwan memperkirakan, vaksinasi akan menyebabkan efek samping seperti flu, lengan yang sakit, nyeri otot, dan demam.

Baca Juga

Kondisi itu bisa berlangsung berhari-hari hingga membuat beberapa orang tidak bisa bekerja atau sekolah.  Bahkan, jika vaksin terbukti 90 persen efektif, seperti yang disebut-sebut oleh Pfizer untuk produknya, masih ada satu dari 10 penerima yang akan tetap rentan.

Setidaknya dalam jangka pendek, seiring dengan tumbuhnya kekebalan di tingkat populasi, prinsip jaga jarak dan pakai masker masih harus diterapkan.

 

"Anda harus siap. Anda tak bisa baru belajar tentang vaksinnya setelah vaksin diizinkan," kata Direktur Institut Kesehatan Global Universitas Yale Saad Omer dilansir dari Today pada Jumat (13/11).

Omer menyerukan peluncuran kampanye dengan pesan yang kuat berdasarkan bukti ilmiah tentang keraguan dan penerimaan terhadap vaksin. Hal itu menjadi penting mengingat pada Oktober lalu saja cuma setengah warga AS yang mau divaksin.

Sebetulnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS telah membuat strategi yang disebut "Vaksinasi dengan Keyakinan." Akan tetapi, Omer menilai CDC tidak memiliki sumber daya yang diperlukan.

"Kita perlu berkomunikasi, dan kita perlu berkomunikasi secara efektif, dan kita perlu mulai merencanakannya sekarang," ujar Omer yang enggan menanggapi isu yang menyebutnya akan mendapat posisi di pemerintahan Presiden AS terpilih Joe Biden.

Dosis awal dari setiap vaksin akan dibatasi pada awalnya, tetapi para ahli memperkirakan vaksin tersebut mungkin tersedia secara luas pada pertengahan tahun depan. Mendiskusikan potensi efek samping sedini mungkin dapat melawan informasi yang salah yang melebih-lebihkan atau mengubah risiko.

"Tragedi terbesar adalah jika kita memiliki vaksin yang aman dan efektif, tapi orang-orang ragu untuk menerimanya," ungkap Preeti Malani selaku kepala petugas kesehatan dan profesor kedokteran di Universitas Michigan di Ann Arbor.

Pfizer dan mitranya, perusahaan Jerman BioNTech, mengatakan pada Senin lalu bahwa vaksin mereka tampaknya melindungi 9 dari 10 orang dari tertular COvid-19. Namun mereka tidak merilis data yang mendasarinya. Ini adalah yang pertama dari empat vaksin COVID-19 dalam uji kemanjuran skala besar di AS yang membukukan hasil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement