Sabtu 14 Nov 2020 05:40 WIB

Mengenal Para Penjelajah Muslim Abad Pertengahan (3-Habis)

Penjelajah Muslim membuat deskripsi tentang tanah yang mereka lewati.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Ani Nursalikah
Mengenal Para Penjelajah Muslim Abad Pertengahan (3-Habis)
Foto: Metaexistence.org
Mengenal Para Penjelajah Muslim Abad Pertengahan (3-Habis)

REPUBLIKA.CO.ID, 

Al-Dimashqi, abad ke-14

Baca Juga

Dia menuliskan catatan rinci tentang pulau Al-Qumr, juga disebut Pulau Melayu atau Kepulauan Melayu. Dia berkata ada banyak kota kecil dan kota besar, hutan yang subur dan lebat dengan pohon-pohon besar dan tinggi, dan gajah putih.

Dia juga menulis disana hidup burung raksasa yang disebut Rukh, seekor burung yang telurnya seperti kubah. Rukh disebut dalam cerita mengenai beberapa pelaut yang memakan telur itu. Induk Rukh akan melempari mereka dengan batu tanpa henti. Para pelaut hanya selamat saat malam tiba.

Kisah ini, seperti cerita para petualang lainnya, membentuk dasar bagi kisah yang memperkaya literatur Islam, seperti The Adventures of Sinbad the Sailor dan The Thousand and One Nights. Kisah ini telah menginspirasi banyak penulis dan pembuat film.

Ibn Battuta, dari abad ke-14

Ibn Battuta dikisahkan baru berusia 21 tahun pada 13 Juni 1325, ketika dia berangkat seorang diri untuk melakukan perjalanan darat sejauh 4.828 kilometer ke Makkah dari rumahnya di Tangier, Maroko. Dia meninggalkan keluarga, teman, dan kampung halamannya, dan tidak bertemu mereka lagi selama 29 tahun. 

Beberapa keluarganya tidak pernah dia lihat karena wabah melanda tanah kelahirannya sebelum dia kembali. Dia melakukan perjalanan dengan berjalan kaki, berkuda, dan berlayar lebih dari 120.700 kilometer dan melewati lebih dari 40 negara modern.

Melalui kisah perjalanan Battuta di abad pertengahan, kita mengetahui adanya jalur perdagangan emas yang dimulai dari Sahara Afrika menuju Mesir dan Suriah, jamaah haji yang tak henti ke Makkah, kulit kerang dari Maladewa diekspor ke Afrika Barat, tembikar, dan uang kertas dari China masuk ke Barat. Ibn Battuta juga menyebut soal wol dan lilin, emas dan melon, gading dan sutra, sheikh dan sultan, orang bijak, dan jamaah haji.

Ia bekerja sebagai qadi, hakim untuk sultan dan kaisar, perjalanannya adalah percampuran ibadah, bisnis, petualangan, dan mengejar ilmu. Dia kembali ke kota asalnya tiga dekade kemudian dan menceritakan kisah tentang negeri yang jauh dan eksotis yang telah dia pijak.

Sultan Fez (Fes), Abu 'Inan memintanya untuk menuliskan pengalamannya di Rihla, sebuah buku perjalanan. Seorang juru tulis kerajaan, Ibn Juzayy, menyelesaikan tugas tersebut dalam dua tahun. Catatannya tentang Mali abad pertengahan di Afrika Barat menjadi satu-satunya catatan yang kita miliki saat ini.

Penjelajah Muslim Lain

Pengembara lain dari abad kesembilan dan ke-10 adalah Ibn al-Faqih, yang membandingkan adat istiadat, pola makan, cara berpakaian, ritual, dan juga beberapa flora dan fauna di China dan India. Sedangkan Ibn Rustah berfokus pada seorang kehidupan raja Khmer yang dikelilingi oleh 80 hakim, dan perlakuannya yang kejam terhadap rakyatnya sambil memanjakan dirinya dengan minum alkohol dan anggur. Namun, perlakuannya baik dan murah hati terhadap Muslim.

Sementara itu, Abu al-Faraj memilih berdiam untuk waktu yang cukup lama di India, untuk meneliti kebiasaan orang-orangnya, adat istiadat dan pengamatan religiusnya. Dia juga berbicara tentang China. Dia mengatakan China memiliki 300 kota.

Sapa pun yang bepergian di China harus mendaftarkan namanya, tanggal perjalanannya, silsilahnya, deskripsi, usia, apa yang dia bawa, dan pembantunya. Riwayat seperti itu disimpan sampai perjalanan selesai dengan selamat. Alasan di balik ini adalah ketakutan bahwa sesuatu dapat membahayakan pengelana dan dengan demikian mempermalukan penguasa.

Selesai

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement