Kamis 12 Nov 2020 18:10 WIB

Rusia: Vaksin Covid-19 Sputnik V 92 Persen Efektif

Vaksin Sputnik V Rusia diklaim 92 persen efektif melindungi orang dari Covid-19

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Vaksin (ilustrasi)
Foto: AP Photo/LM Otero
Vaksin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Vaksin Sputnik V Rusia diklaim 92 persen efektif melindungi orang dari Covid-19 menurut hasil uji coba sementara, Rabu (11/11). Pengumuman ini muncul setelah laporan sebelumnya menyatakan vaksin yang dikembangkan Pfizer dan BioNTech efektif hingga 90 persen.

Direktur Institut Gamaleya yang mengembangkan vaksin, Alexander Gintsburg, menyatakan hasil sementara menunjukkan Sputnik V efektif. Menurutnya vaksinasi massal akan diluncurkan di Rusia dalam beberapa pekan mendatang. Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yang telah mendukung pengembangan Sputnik V, mengatakan uji coba Rusia akan berlanjut selama enam bulan.

Baca Juga

Dalam laporan saluran TV pemerintah Rossiya-24, Gintsburg  mengatakan setidaknya 1,5 juta orang di Rusia diharapkan menerima vaksin tersebut pada akhir tahun. Dia menambahkan bahwa sekitar 40 ribu hingga 45 ribu orang Rusia telah divaksinasi.

Klaim keefektifan dari Sputnik V ini dicapai dengan melakukan analisis terhadap 20 peserta mengembangkan virus dan memeriksa berapa banyak yang menerima vaksin versus plasebo. Sampel ini secara signifikan lebih rendah dari 94 infeksi dalam uji coba vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer dan BioNTech.

Hasil dari Sputnik V didasarkan pada data dari 16 ribu peserta uji coba pertama yang menerima kedua suntikan vaksin dua dosis. “Kami menunjukkan, berdasarkan data, bahwa kami memiliki vaksin yang sangat efektif,” kata kepala RDIF, Kirill Dmitriev.

Uji coba Fase III berlangsung di 29 klinik di seluruh Moskow dan akan melibatkan 40 ribu sukarelawan secara total, dengan seperempat menerima suntikan plasebo. RDIF menyatakan kemungkinan tertular Covid-19 92 persen lebih rendah di antara orang yang divaksinasi dengan Sputnik V daripada mereka yang menerima plasebo.

RDIF mengatakan data dari penelitian tersebut akan diterbitkan dalam jurnal medis terkemuka setelah tinjauan sejawat. Hasil uji coba tahap awal Rusia ditinjau sejawat dan diterbitkan pada September di jurnal medis The Lancet.

RDIF mengatakan hingga 11 November tidak ada efek samping serius yang dilaporkan selama uji coba Sputnik V Fase III. Beberapa sukarelawan mengalami efek samping ringan jangka pendek seperti rasa sakit di tempat suntikan, sindrom mirip flu termasuk demam, kelemahan, kelelahan, dan sakit kepala.

Namun di balik klaim tersebut, para ilmuwan telah menyuarakan keprihatinan tentang kecepatan Moskow telah bekerja. Mereka menyoroti keputusan Kremlin meluncurkan vaksinasi massal sebelum uji coba penuh untuk menguji keamanan dan kemanjurannya selesai.

"Ini bukan kompetisi. Kami membutuhkan semua uji coba untuk dilakukan dengan standar setinggi mungkin dan sangat penting bahwa kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menghapus data uji coba dipatuhi untuk menghindari pengambilan data yang tidak jelas," kata profesor imunologi dan penyakit menular di Universitas Edinburgh, Eleanor Riley.

Rusia mendaftarkan vaksin untuk penggunaan publik pada Agustus, negara pertama yang melakukannya, sebelum dimulainya uji coba skala besar pada September. Sejauh ini, pihaknya telah menginokulasi 10 ribu anggota masyarakat yang dinilai berisiko tinggi tertular Covid-19 seperti dokter dan guru, di luar uji coba.

Rusia melaporkan 19.851 infeksi virus corona baru dalam 24 jam terakhir dan rekor tertinggi 432 kematian. Dengan laporan 1.836.960 kasus, penghitungan infeksi di negara adalah yang kelima terbesar di dunia, di belakang Amerika Serikat, India, Brasil, dan Prancis.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement