Kamis 12 Nov 2020 16:50 WIB

Biden dan Kemungkinan Kandasnya Kemesraan AS-Saudi

Kemenangan Joe Biden dalam pemilu dinilai akan pengaruhi relasi AS dan Saudi

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Presiden terpilih Joe Biden berbicara pada hari Selasa, 10 November 2020, di teater The Queen di Wilmington, Del.
Foto: AP/Carolyn Kaster
Presiden terpilih Joe Biden berbicara pada hari Selasa, 10 November 2020, di teater The Queen di Wilmington, Del.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) tampaknya akan membawa pengaruh besar dalam relasi Washington dengan Arab Saudi. "Kemesraan" yang sebelumnya terjalin di bawah pemerintahan Donald Trump diperkirakan bakal berakhir.

Dalam dua tahun terakhir, Biden kerap menyorot dan mengkritik kebijakan Saudi di kawasan, terutama terkait konflik Yaman. Dia menyebut Saudi telah membunuh anak-anak dan orang-orang tak berdosa di negara yang dilanda krisis kemanusiaan terburuk di dunia tersebut.

Baca Juga

Selama masa kampanye pilpres lalu, Biden berjanji akan mengubah pola hubungan AS dengan Saudi. "Di bawah pemerintahan Biden-(Kamala) Harris, kami akan menilai kembali hubungan kami dengan Kerajaan (Arab Saudi), mengakhiri dukungan AS untuk Perang Arab Saudi di Yaman, dan memastikan Amerika tidak memeriksa nilainya di pintu untuk menjual senjata atau membeli minyak," kata Biden pada Oktober lalu dikutip laman Aljazirah.

Pernyataan Biden itu kemudian turut digaungkan Partai Demokrat. Selain perihal perang Yaman, Demokrat pun kerap menyorot kasus pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada Oktober 2018. Hingga kini jasad Khashoggi belum ditemukan.

Kendati memiliki penilaian dan pandangan yang berbeda dengan Trump terkait Saudi, beberapa analis menilai Biden akan tetap mengadopsi pendekatan seimbang. Artinya AS tidak akan sepenuhnya mendiskreditkan.

"Pemerintahan Biden akan mengakhiri persepsi bahwa kepemimpinan Saudi menikmati dukungan hampir tanpa syarat di Gedung Putih, dengan maksud untuk membingkainya kembali di sekitar tujuan yang melayani kepentingan AS dan Saudi. Ini termasuk cara untuk melepaskan Saudi dari Yaman," kata pakar Timur Tengah di Rice University, Kristian Ulrichsen.

Menurut Ulrichsen, kebijakan baru terhadap Saudi akan meluas ke penjualan senjata. Hal itu karena AS berupaya tidak kehilangan bisnis Saudi sambil beralih ke penjualan senjata dengan sifat yang berbeda.

"Mengingat penasihat di sekitar Biden telah mempertahankan komitmen untuk membantu mempertahankan Arab Saudi dari musuh regional, saya membayangkan akan ada lebih banyak fokus untuk memastikan penjualan senjata apa pun akan bersifat defensif daripada ofensif," kata Ulrichsen.

Menurut Stockholm International Peace Institute, seperempat penjualan senjata AS antara 2014-2019 jatuh ke Saudi. Angkanya naik 7,4 persen dibandingkan periode 2010-2014.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement