Rabu 11 Nov 2020 12:58 WIB

Maksimalkan Peran Koperasi untuk Tingkatkan Penyerapan PEN

Koperasi dinilai lebih tahu tentang watak dan UMKM.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung memilih ragam jenis busana muslim pada gelaran Indonesia Hijab Fest 2020 di Trans Studio Mall, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Ahad (8/11). Lembaga riset dan kajian independen Brain Society (BS) Center menilai, stimulus pemerintah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020 belum optimal untuk menjadi bekal tahun depan.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pengunjung memilih ragam jenis busana muslim pada gelaran Indonesia Hijab Fest 2020 di Trans Studio Mall, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Ahad (8/11). Lembaga riset dan kajian independen Brain Society (BS) Center menilai, stimulus pemerintah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020 belum optimal untuk menjadi bekal tahun depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset dan kajian independen Brain Society (BS) Center menilai, stimulus pemerintah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020 belum optimal untuk menjadi bekal tahun depan. Sebab, realisasinya masih rendah, terutama program-program yang berkaitan dengan pembiayaan dan kredit.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), per Rabu (4/11), realisasi dukungan UMKM sudah mencapai Rp 94,64 triliun. Total ini setara dengan 82,4 persen dari pagu anggaran yang telah disesuaikan, Rp 114,81 triliun.

Baca Juga

Dari beberapa program yang dijalankan, realisasi subsidi bunga UMKM dan penjaminan kredit UMKM masih tercatat rendah. Penyaluran subsidi bunga untuk UMKM baru 14 persen dari DIPA, yakni Rp 4,9 triliun. Sementara itu, penjaminan kredit UMKM berada di level 27 persen dari DIPa, sekitar Rp 1,5 triliun.

Ketua Dewan Pakar BS Center Didin Damanhuri menjelaskan, rendahnya realisasi program ini dikarenakan pendekatan perbankan ke UMKM tidak terlalu tepat. "Sebab, sensitivitas perbankan untuk menyalurkan ke level UMKM itu terlalu melihat UMKM yang high risk," ujarnya dalam peluncuran laporan Vaksin Covid-19 dan Arah Pemulihan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Selasa (10/11).

Didin menekankan, pendekatan ini harus dievaluasi kembali oleh pemerintah mengingat anggaran PEN untuk UMKM pada tahun depan terbilang besar, yakni Rp 48,8 triliun. Anggaran ini sekitar 13,6 persen dari anggaran PEN 2021, Rp 356,4 triliun.

Alih-alih perbankan, BS Center menganjurkan pemerintah lebih banyak memanfaatkan penyaluran pembiayaan ke UMKM melalui koperasi. "Karena mereka lebih tahu tentang watak dan UMKM seperti apa," kata Didin yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Urgensi pengalihan ini semakin tinggi mengingat pemerintah harus fokus meningkatkan sisi permintaan (demand side approach) pada tahun depan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi. Salah satunya melalui dorongan terhadap UMKM.

Sebelumnya, Kemenkeu mencatat, realisasi penyerapan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sampai dengan pekan pertama bulan ini mencapai Rp 376,16 triliun. Total tersebut setara dengan 54,1 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan pemerintah, Rp 695,2 triliun.

Meski masih di bawah 60 persen, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, penyerapan PEN sudah menunjukkan tren positif. Khususnya jika dibandingkan dengan realisasi pada semester pertama yang hanya Rp 124,62 triliun atau baru 17,9 persen dari pagu.

Sri mencatat, terjadi pertumbuhan 31,9 persen tiap bulan dari semester satu hingga November ini. Ia memastikan, akselerasi penyerapan akan terus dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga lain. "Kami akan terus melakukan pemantauan dengan kementerian lain," tuturnya dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD secara virtual, Senin (9/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement