Rabu 11 Nov 2020 11:59 WIB

Para Pemilih Muslim AS Ingin Biden Tepati Janji

Mereka mengharapkan keterlibatan komunitas muslim pada masalah utama dan inklusi

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Presiden terpilih Joe Biden berbicara pada hari Senin, 9 November 2020, di teater The Queen di Wilmington, Del.
Foto: AP/Carolyn Kaster
Presiden terpilih Joe Biden berbicara pada hari Senin, 9 November 2020, di teater The Queen di Wilmington, Del.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menjelang pemilihan paruh waktu dua tahun lalu, Sara Deen (41 tahun) memperhatikan sejumlah rekan Muslim di komunitas South Bay bukanlah pemilih. Bahkan beberapa tidak memahami prosesnya. Lebih banyak yang kurang yakin suara mereka penting atau mengalami kesulitan saat menentukan arah pemungutan suara.

Dia memutuskan untuk menyiapkan panduan pemilih dan membagikannya kepada teman-teman dan anggota masjidnya selama shalat Jumat. Tahun ini, dia melihat peningkatan keterlibatan dari pemilih Muslim, termasuk dari teman dan kenalan. Mereka telah meminta bantuannya menjelaskan proposisi negara bagian, mempelajari rekomendasinya, dan memperdebatkan manfaatnya melalui WhatsApp dan Zoom.

“Saya menyukainya, ini berarti orang-orang mulai bersuara di komunitas saya. Tapi yang mengecewakan adalah seberapa sering politisi lain merasa ingin mengooptasi suara kami namun tidak terlalu tertarik dengan apa yang kami katakan,” kata Deen, seorang penduduk Rancho Palos Verdes, dilansir Los Angeles Times, Rabu (11/11).

Menurut Emgage Action, adanya lonjakan pendaftaran pemilih dan keterlibatan politik terjadi setelah Presiden Trump menjabat pada 2016. Anggota komunitas mengatakan, para pemilih Muslim menginginkan lebih dari sekadar kursi di pemerintahan baru era Joe Biden. Mereka ingin menjadi bagian dari keputusan yang dibuat di tingkat nasional.

Penyelenggara Muslim menyebut pemilih sering merasa diabaikan oleh kandidat presiden kecuali pada saat kampanye Senator Bernie Sanders. Mereka mengharapkan keterlibatan komunitas Muslim pada masalah-masalah utama dan inklusi, termasuk mempertimbangkan Muslim untuk posisi Kabinet dan jabatan tingkat atas lainnya.

Banyak yang terdorong ketika Biden sebagai calon dari Partai Demokrat berjanji mengakhiri larangan perjalanan di beberapa negara mayoritas Muslim. Dia juga berjanji mengisi posisi penghubung Muslim Amerika di Gedung Putih.

"Idenya adalah Muslim akan dimasukkan dalam pemerintahan Biden-Harris. Perasaan saya berada di antara optimis itu akan dilakukan atau ragu-ragu itu akan dilakukan,” kata Deen.

Menurut data dari Institute for Social Policy and Understanding, secara nasional, sekitar 78 persen Muslim yang memenuhi syarat dilaporkan terdaftar untuk memberikan suara pada 2020. Jumlah ini naik dari 60 persen pada tahun 2016. Deen ingin melihat Muslim di pemerintahan berikutnya.

Seorang insinyur perangkat lunak, Rim Manaa (53 tahun) yang tinggal di Sierra Madre ingin melihat Biden menangani diskriminasi dan pelecehan terhadap Muslim di seluruh negeri.

“Yang saya inginkan hanyalah rasa hormat untuk saya dan keluarga saya. Putri saya sudah kuliah. Saya ingin orang menghormatinya. Saya tidak ingin orang menyerangnya karena dia Muslim atau ibunya memakai kerudung,” ujar Manaa.

Direktur Eksekutif Kantor CAIR Greater Los Angeles, Hussam Ayloush mengatakan, komunitas Muslim juga ingin melihat pemerintahan Biden mengubah batasan pengungsi untuk memungkinkan lebih banyak orang masuk ke negara itu setelah AS mencapai titik terendah bersejarah di bawah Trump.

Selain mencabut larangan perjalanan, dia ingin Biden memenuhi janji-janji kampanye yang dibuat dalam pertemuan komunitas untuk mengakhiri hubungan tidak adil Muslim dengan masalah keamanan nasional melalui program federal.

"Kami berharap ketidakadilan ini akan berakhir. Itu tidak boleh ditautkan ke komunitas tertentu,” ujar Ayloush.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement