Selasa 10 Nov 2020 03:00 WIB

Wapres Ingatkan Bahaya Sikap Merasa Paling Islami  

Wapres menilai sikap merasa paling Islami adalah bentuk fanatisme

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Presiden Maruf Amin menilai sikap merasa paling Islami adalah bentuk fanatisme
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin menilai sikap merasa paling Islami adalah bentuk fanatisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengingatkan umat untuk menjauhi sikap merasa diri atau kelompoknya paling Islami. 

Ma'ruf menyebut sikap tersebut masuk dalam egoisme atau ananiyah yang berbahaya. "(Menyebut) Islam adalah 'saya', itu yang paling bahaya, itu ananiyah namanya, (menganggap) yang lain itu tidak Islam, itu kan bahaya sekali  fanatik yang berbahaya sekali," ujar Ma'ruf saat menjadi narasumber acara bertajuk “Indonesia Damai tanpa Khilafah”, Senin (9/11).

Baca Juga

Hal itu disampaikan Ma'ruf saat ditanyai mengenai masih adanya kelompok yang merasa paling Islami di Indonesia. Ma'ruf mengingatkan, Islam wasathiyah atau jalan tengah adalah model pemikiran yang paling tepat berlaku di Indonesia dan telah mendapat legitimasi para ulama.   

Dia menilai, organisasi masyarakat (ormas) Islam juga memiliki pandangan yang sama terkait Islam jalan tengah atau moderat. "Islam yang moderat, bukan Islam yang israfi, itu yang berlebihan, dan juga tidak kurang, yang cekak, jadi yang sedang atau wasathy itulah yang disebut shiratal mustaqim, jalan lurus, jalan yang wasathi menurut para ulama yang tengah-tengah," ungkap Ma'ruf.  

Dia pun bersyukur, Islam jalan tengah itu  yang menjadi arus utama dalam pandangan Islam di Indonesia. Meski ada sebagian kelompok kecil yang masih berpikiran sempit dan bersikap merasa paling Islami. 

"Dan itu jadi pekerjaan rumah kita, ya itu orang-orang yang hanya memiliki pemahaman yang sempit, hanya menganggap Islam itu hanya dia saja, yang lain tidak Islami, yang sesuai dengan ajaran Islam itu yang dia pahami saja," ungkapnya.  

Padahal, para ulama sejak zaman dahulu hingga saat ini telah mengajarkan pendekatan akomodatif dalam menyebarkan ajaran Islam di Indonesia.

Dia mengatakan, dengan pendekatan akomodatif, ajaran Islam dibawa dengan tetap mengakomodasi budaya lokal yang ada di Indonesia.

Dia menjelaskan, selama budaya lokal tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka akan diakomodasi. Namun, jika bertentangan, maka secara perlahan budaya lokal yang bertentangan dengan Islam diberi pemahaman yang benar.

Namun, hal itu kata Ma'ruf hanya dilakukan kepada mereka yang telah memeluk Islam. "Jadi bukan menggunakan ukuran yang dia bawa, kemudian ditaruh di suatu tempat, kalau tidak sesuai dengan ukuran dia, dianggapnya sudah kafir semua, tapi ulama membawa ajaran itu melihat “ada apa di tempat itu”, kalau tidak sesuai, dibuang yang tidak sesuainya itu, di-Islamkan, disyariahkan, kalau tidak sesuai, sehingga dia mengakomodasi," katanya.

Karena itu, Ma'ruf mengimbau kepada sekelompok orang yang memiliki pemahaman berbeda agar tidak memaksakan pemahamannya tersebut di Indonesia. 

"Bagi mereka yang belum bisa memahami ajaran itu, silahkan Anda gunakan paham Anda, tapi jangan membuat keributan, jangan (berpikir) bahwa yang tidak sesuai dengan anda itu salah, jangan seperti itu, tapi anda misalnya punya paham seperti itu ya monggo silakan, bagimu mazhabmu bagi kami mazhab kami yang sudah diperoleh legitimasi dari para ulama," ujar Ma'ruf.  

Karena itu, dia menginginkan model pendekatan akomodatif terus dipertahankan di Indonesia. Karena dia meyakini, pendekatan ini menjadi model relasi kemasyarakatan yang dibutuhkan negara global di tengah majemuknya bangsa maupun agama.  

Indonesia kata Ma'ruf, menjadi contoh negara dengan bangsa yang majemuk, namun mampu mengelola perbedaan. "Ini namanya Islam akomodatif, itulah yang dibawa oleh para penyebar Islam di Indonesia, Wali Songo makanya Islam masuk ke Indonesia itu dengan damai, tanpa kegaduhan, tapi jadi negara yang mayoritas muslim, ini kan sesuatu yang luar biasa," ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement