Senin 09 Nov 2020 21:18 WIB

Seniman Gunawan Maryanto Masuk Nomine Piala Citra

Gunawan Maryanto masuk nomine kategori Pemeran Utama Pria Terbaik.

Gunawan Maryanto masuk nomine kategori Pemeran Utama Pria Terbaik (Foto: Seniman Gunawan Maryanto)
Foto: Wikimedia
Gunawan Maryanto masuk nomine kategori Pemeran Utama Pria Terbaik (Foto: Seniman Gunawan Maryanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seniman Gunawan Maryanto menjadi salah satu nomine Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik di Festival Film Indonesia 2020. Ketika semalam daftar nominasi dibacakan, aktor yang membintangi "Hiruk-Pikuk Si Alkisah" (The Science of Fictions) itu sedang mengadakan pertunjukan. Kabar baik ini didapatkan dari kawan-kawannya usai pertunjukan.

"Bagi saya, ini satu apresiasi dalam karier saya di keaktoran, baik film dan teater, ini makin membuat saya lebih percaya diri menjalani karier ini," kata Gunawan dalam konferensi pers daring FFI, Ahad (9/11).

Baca Juga

Menurut pemeran Widji Thukul dalam "Istirahatlah Kata-Kata", Festival Film Indonesia adalah salah satu tolok ukur untuk perfilman Indonesia yang paling terkuat saat ini. Gunawan mengatakan perjalanan Festival Film Indonesia dari masa ke masa telah menggerakkan hatinya.

"Saya ingat waktu kelas 3 SD tahun '84, FFI di Yogyakarta, saya nonton arak-arakan para aktor. Itu salah satu yang memotivasi saya sebagai seorang aktor," ujarnya.

Selain nominasi Pemeran Utama Pria Terbaik, film "Hiruk-Pikuk Si Al-Kisah (The Science of Fictions)" mendapatkan total 10 nominasi pada Festival Film Indonesia 2020. Film yang disutradarai Yosep Anggi Noen ini juga mendapat nominasi pada kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik, Penata Suara Terbaik, Penata Busana Terbaik dan Penata Rias Terbaik.

Film ini berkisah tentang Siman, seorang pemuda di pelosok Yogyakarta yang melihat pengambilan gambar pendaratan manusia di bulan oleh kru asing di Pantai Parangtritis, Yogyakarta pada tahun 60-an. Dia ditangkap dan dipotong lidahnya.

Setelah itu, Siman menjalani hidupnya dengan bergerak lambat anti-gravitasi sebagaimana astronot di ruang angkasa. Penduduk desa menganggap Siman gila karena Siman membangun bangunan mirip roket di belakang rumahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement