Senin 09 Nov 2020 20:53 WIB

Polri: Dugaan Aliran Dana ke 'Petinggi Kita' Masih Sumir

Frasa 'petinggi kita' tercantum di dakwaan Napoleon terkait suap dari Djoko Tjandra.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri belum akan melakukan penyidikan lanjutan terkait dugaan keterlibatan petinggi kepolisian dalam isi dakwaan Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte terkait skandal suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra. Karo Penmas Brigjen Awi Setiyono menegaskan, adanya dugaan aliran uang suap ke para petinggi di Mabes Polri masih sumir, dan belum ada buktinya.

Namun, Awi mengakui, dugaan adanya aliran uang yang terungkap dalam dakwaan Napoleon itu, berdasarkan keterangan terdakwa lainnya, yakni Tommy Sumardi. “Kita (penyidik) menelusuri masalah itu, berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Selama tidak ada bukti permulaan cukup, kita bagaimana mau menelusuri,” terang Awi di Mabes Polri, Senin (9/11).

Baca Juga

Awi menerangkan, pengakuan Tommy dalam dakwaan Napoleon, hanya sebagai kesaksian biasa. Meskipun pengakuan itu sudah terungkap dalam persidangan, menurut dia, kesaksian tersebut, baru berdasarkan dugaan, atau tuduhan.

“Itu kan buktinya belum ada. Yang ada itu adalah pengakuan adanya aliran dana dari Djoko Tjandra yang diberikan melalui ini itu,” terang Awi.

Menurut Awi, bisa saja pengakuan tersebut, benar. Ataupun sebaliknya, tak berdasar karena tak terbukti. Yang pasti, kata Awi, penyidikan di Bareskrim Polri belum mengantongi bukti-bukti tentang kesaksian Tommy yang terungkap dalam dakwaan Napoleon tersebut.

“Kalau orang mengakunya ini itu, pengakuan itu kan harus dibuktikan. Buktinya mana, itu belum ada. Belum terungkap,” kata Awi.

Sebab itu, Awi menegaskan, agar masyarakat mengacu pada pembuktian yang saat ini sedang bergulir di persidangan. “Pada intinya, kan sudah saya bilang, sudahlah, biarkan pengadilan berjalan. Nanti kalau ada fakta-fakta di persidangan, pasti akan muncul sendiri,” terang Awi menambahkan.

Dakwan Irjen Napoleon mengungkapkan adanya permintaan uang senilai total Rp 7 miliar dalam pecahan dolar AS dan Singapura dari Tommy. permintaan tersebut, sebagai kompensasi untuk menghapus status red notice Djoko Tjandra di Interpol dan Imigrasi.

Dalam dakwaan terungkap, semula Tommy akan memberikan 50 ribu dolar. Tetapi, Napoleon marah, dan meminta lebih.

“Ini apaan nih segini (50 ribu dolar)? Enggak mau saya. Naik, Ji, jadi tujuh, Ji,” kata Napoleon seperti dikutip dari dakwaan.

Napoleon, pun menyampaikan angka Rp 7 miliar tersebut, karena ada jatah lainnya, yang harus ia berikan kepada para petinggi di kepolisian. “Soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, petinggi kita ini,” begitu kata Napoleon, seperti dalam dakwaan.

Belakangan terungkap, permintaan uang tersebut, adalah pengakuan dari Tommy dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dituangkan ke dalam dakwaan Napoleon. Namun pengacara Tommy, Dion Pongkor kepada Republika mengungkapkan, ada frasa yang ditambahkan terkait pengakuan kliennya itu dalam dakwaan Napoleon.

“…‘Ji tambah Ji, naikin lagi. Karena kan saya mesti bagi yang nempatin saya di sini’. Begitu,” kata Dion membeberkan BAP Tommy.

Pengakuan, dan kesaksian Tommy dalam BAP-nya tersebut, yang menurut Dion, menjadi acuan bagi jaksa membuat dakwaan Napoleon, Prasetijo, pun Djoko Tjandra.

“Memang kutipan semua dakwaan itu, dari pengakuannya Pak Tommy. Mau dakwaannya Napoleon, mau dakwaannya PU (terdakwa Prasetijo), dakwaannya Pak Joker (Djoko Tjandra), itu semuanya dari Pak Tommy. Dari BAP-nya Pak Tommy,” kata Dion.

Pengakuan dan kesaksian Tommy dalam BAP-nya itu pula, yang menurut Dion, membuat kasus tersebut terungkap dengan menyeret para perwira kepolisian.  

 

photo
Djoko Tjandra - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement