Senin 09 Nov 2020 20:46 WIB

Malaysia Tegaskan Dukungan Terhadap Negara Palestina

Normalisasi hubungan dengan Israel tak akan berlaku sampai penjajahan berakhir.

Ilustrasi penghancuran bangunan milik warga Palestina
Foto: Anadolu Agancy
Ilustrasi penghancuran bangunan milik warga Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia senantiasa mendukung pembentukan sebuah negara Palestina yang berdaulat melalui Penyelesaian Dua Negara (Two-State Solution) berdasarkan garis perbatasan 1967 dengan Baitulmaqdis sebagai ibu kota Palestina.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Hishamuddin Hussein mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan anggota parlemen Ahmad Tarmizi bin Sulaiman dalam sidang parlemen, Senin.

Baca Juga

Pada kesempatan tersebut Tarmizi menyatakan langkah-langkah proaktif bersama badan internasional seperti Organisasi Konferensi Islam (OIC) menolak berkaitan rancangan ketidakadilan normalisasi negara Israel untuk mengakui penjajahan mereka ke atas Palestina. "Untuk informasi dewan, isu normalisasi hubungan dengan negara Israel ini telah mengundang berbagai reaksi dari kalangan masyarakat internasional termasuk di peringkat OIC serta mewujudkan dimensi baru dalam dinamik geo-politik di Asia Barat," ujar Hishamuddin.

Dr. Yousef A. Al-Othaimeen, Sekjen OIC telah mengeluarkan satu pernyataan pada 24 Agustus 2020. "Beliau mengulangi dukunganOIC terhadap Palestina dan menekankan bahwa isu Palestina dan Al-Quds merupakan penyebab utama pembentukan OIC dan merupakan sumber kekuatan serta perpaduan OIC," katanya.

Dia menegaskan normalisasi hubungan di antara negara-negara anggota dengan Israel tidak akan berlaku sehingga berakhirnya penjajahan Israel ke atas tanah Arab dan Palestina yang telah diduduki semenjak 1967.

Dalam menyelesaikan isu Palestina, OIC menegaskan bahwa mereka senantiasa berpegang teguh kepada Undang-Undang Internasional, Inisiatif Damai Arab (Arab Peace Initiative) dan Penyelesaian Dua Negara (Two-State Solution). "OIC senantiasa mendukung usaha-usaha bagi membolehkan rakyat Palestina mencapai aspirasi dan hak-hak mereka yang sah," katanya.

Sebagaimana diketahui, Uni Emirat Arab telah mengumumkan keputusan untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan Israel pada 13 Agustus 2020 yang lalu. Langkah tersebut kemudian telah diikuti oleh Bahrain yang mengumumkan persetujuan untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan Israel pada 11 September 2020 dan seterusnya Sudan pada 23 Oktober 2020.

UAE dan Bahrain telah menandatangani Abraham Accords dengan Israel pada 15 September 2020 dengan disaksikan oleh Amerika Serikat.

"Manakala bagi Sudan, perjanjian pemeteraian hubungan diplomatik dengan Israel akan berlaku setelah ia disetujui oleh Majelis Perundangan Pemerintah Peralihan Sudan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement