Senin 09 Nov 2020 15:10 WIB

Pemerintahan Trump Disebut yang Terburuk Bagi Palestina

Kekalahan Trump dalam pemilu AS disambut gembira warga Palestina

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
 Seorang pria berjalan melewati layar TV yang menampilkan Presiden AS Donald Trump selama program berita yang melaporkan pemilihan presiden AS di Tokyo, Kamis, 5 November 2020.
Foto: AP/Koji Sasahara
Seorang pria berjalan melewati layar TV yang menampilkan Presiden AS Donald Trump selama program berita yang melaporkan pemilihan presiden AS di Tokyo, Kamis, 5 November 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kekalahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menjadi kandidat pejawat dalam pemilihan negaranya membuat warga Palestina gembira. Dalam empat tahun terakhir, kepemimpinan dari pria berusia 74 tahun itu dianggap menimbulkan penderitaan bagi masyarakat di negara Timur Tengah itu.

Nabil Shaath, utusan khusus Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan pemerintahan Trump adalah yang terburuk bagi warga Palestina. Meski demikian, bukan berarti dengan kepemimpinan presiden baru yang terpilih akan ada perubahan signifikan terhadap perjuangan Palestina.

Baca Juga

“Bagi kami ini adalah keuntungan menyingkirkan Trump. Namun, kami tidak mengharapkan perubahan strategis yang penting dalam sikap Amerika terhadap perjuangan Palestina,” ujar Shaath dilansir Yeni Safak, Senin (8/11).

Hanan Ashrawi, anggota senior Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, menyerukan penyesuaian keseimbangan dengan AS. Mustafa Barghouti, Sekretaris Jenderal Prakarsa Nasional Palestina, mengungkapkan kebahagiaan tentang hasil pemilu AS dan mengatakan Trump adalah peradaban presiden Amerika terburuk yang ditemui di zaman modern.

“Trump menghancurkan hubungan internasional dan politik. Apa yang disebut 'Kesepakatan Abad Ini' adalah hal terburuk yang dia lakukan untuk Palestina,” jelas Barghouti.

Mujahidin Movement (Gerakan Mujahidin), bagian dari perjuangan Palestina, juga mengomentari hasil pemilu AS. Kelompok itu mengatakan kekalahan Trump sama dengan runtuhnya semua sistem yang telah mengkhianati rakyat Amerika dan Palestina.

Di era pemerintahan Trump, kebijakan AS terhadap Timur Tengah khususnya dalam konflik antara Palestina dan Israel dinilai membahayakan harapan terhadap perdamaian serta solusi dua negara. Melalui solusi dua negara, Palestina akan menjadi sebuah negara merdeka dan memiliki teritori di wilayah-wilayah yang menjadi sengketa dengan Israel yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.

Palestina dan Israel kemudian akan hidup berdampingan, di mana solusi dua negara didukung oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bersama sejumlah negara-negara Arab, Uni Eropa, Rusia, serta AS. Meski demikian, Israel justru menetapkan kebijakan pembangunan permukiman Yahudi di sejumlah wilayah tersebut setelah perang pada 1967.

Pihaknya juga secara jelas menginginkan Palestina tidak pernah berdiri sebagai sebuah negara merdeka. Israel ingin Palestina hanya menjadi daerah otonomi di bawah pemerintahan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement