Sabtu 07 Nov 2020 04:55 WIB

Kisah Mualaf Lara, dari Ateis Hingga Memeluk Islam (2-Habis)

Lara memeluk Islam pada Februari 1993.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Mualaf Lara, dari Ateis Hingga Memeluk Islam (2-Habis)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kisah Mualaf Lara, dari Ateis Hingga Memeluk Islam (2-Habis)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga suatu hari, Lara memutuskan mengucapkan kalimat syahadat di rumahnya dan mulai melaksanakan sholat lima waktu. Keputusannya menjadi mualaf itu terjadi pada Februari 1993, beberapa hari menjelang bulan puasa Ramadhan. Ia merasa antusias untuk mulai menunaikan puasa.

 

Baca Juga

Meski baru pertama kalinya, namun puasa baginya terasa jauh lebih mudah daripada yang diperkirakan. Sebelum membiasakan berpuasa, ia sempat khawatir akan pingsan.

 

Awalnya, Lara memang membutuhkan sedikit periode penyesuaian dalam membiasakan diri dengan rutinitas baru untuk sholat dan puasa. Ia juga pernah membuat beberapa kesalahan. Namun, akhirnya ia menjadi lebih terbiasa dan merasa mudah.

 

Selain itu, Lara juga mulai membaca Alquran (terjemahan Abdullah Yoosuf Ali) ketika ia diberi satu salinan begitu ia menerima Islam. Sebelumnya, ia hanya membaca kutipannya di buku lain. Di awal-awal ia masuk Islam, Lara juga menemukan buku berjudul The Lawful and the Prohibited in Islam oleh Dr. Yoosuf Al-Qaradawi sebagai panduan yang bermanfaat.

 

Pemahaman akan Islam yang kian bertambah mendorongnya untuk mulai mengenakan jilbab (hijab). Hal itu dilakukannya pada Januari 1996. Saat itu, ia menyadari ia tidak bisa sepenuhnya berserah diri kepada Allah sebagai seorang Muslim tanpa mengenakan jilbab.

 

"Islam harus diterima dan dipraktikkan secara keseluruhan. Islam bukan agama mengubah-untuk-menyesuaikan diri. Sejak menjadi Muslimah, saya menyadari jilbab diperlukan oleh wanita Muslim dan saya berniat memakainya pada akhirnya," lanjutnya.

 

Lara menyadari ia seharusnya memakai jilbab begitu ia menerima Islam. Akan tetapi, bagi banyak Muslim (bahkan beberapa dari keluarga Muslim), tidak mudah mengambil langkah demikian dan memakainya di lingkungan masyarakat non-Muslim.

 

Namun akhirnya, ia berpikir bahkan seorang biarawati Kristen pun tidak pernah dikritik karena menutupi kepala mereka. Beruntung, dalam hidupnya Lara sendiri tidak pernah memiliki perasaan negatif terhadap muhajjabas (wanita berhijab) ketika melihat mereka. Namun, yang membuat Lara ragu memakainya kala itu adalah takut menerima perlakuan buruk dari orang lain, terutama keluarga.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement