Jumat 06 Nov 2020 13:19 WIB

Bagaimana Nabi Muhammad Menanggapi Penistaan ​​Agama?

Tidak ada pembenaran bagi muslim untuk membunuh penista agama.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghinaan kepada Islam dan Nabi Muhammad oleh sebuah media Prancis dan Presidennya baru-baru ini menjadi polemik besar. Banyak negara muslim yang merespon tindakan tersebut berupa boikot produk-produknya hingga aksi ke Kedubes Prancis.

Namun ada pula orang yang justru bertindak lebih keras yakni dengan membunuh orang yang menyebarkan karikatur Nabi Muhammad. Ada juga yang melakukan teror di beberapa tempat di Prancis. Dari semua ini maka akan timbul pertanyaan tentang pandangan Islam soal penistaan agama dan bagaimana meresponnya.

Dalam sebuah artikel AboutIslam.net, seorang dari organisasi nirlaba yang membawa pesan Islam, Faysal Burhan mengatakan tidak ada pembenaran bagi muslim untuk membunuh penista agama. Hal ini seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW semasa ia hidup.

"Tidak ada dalam Alquran atau dalam ajaran otentik Nabi Muhammad SAW yang membenarkan, memberi sanksi, atau melegitimasi pembunuhan orang karena menentang, mengkritik, menghina, atau menunjukkan ketidakhormatan terhadap orang suci, artefak agama, adat istiadat,  dan keyakinan Islam," katanya dilansir dari AboutIslam.net, Selasa (3/11).

Banyak panduan dalam Alquran untuk penista yang selalu dianjurkan kepada berpegang pada pengampunan. Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al-Hijr ayat 97 dan 98.

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ ٱلسَّٰجِدِينَ

Artinya: "Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)."

Allah juga berfirman:

خُذِ ٱلْعَفْوَ وَأْمُرْ بِٱلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْجَٰهِلِينَ

Artinya: "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh." (Al-a'raf:199).

وَٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا۟ هُمْ يَغْفِرُونَ

Artinya: "Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf." (Asy-Syura:37).

Menurut Faysal, jika penistaan ​​dapat dihukum mati dalam Islam, maka Nabi akan menjadi orang pertama yang memerintahkan pembunuhan ratusan musuhnya yang kemudian menjadi sahabat terdekatnya.

Kebanyakan orang Mekkah menentangnya, mempermalukannya, mengutuk, menghujat, atau bahkan mencoba membunuhnya. Namun Nabi lebih suka mempraktikkan pengampunan untuk mencari belas kasihan ilahi bagi mereka. Bahkan setelah terluka parah di Taif, dia menolak untuk membalas dendam.

Wanita yang lebih tua yang biasa membuang sampah pada Nabi justru dikunjungi olehnya ketika dia tidak melihatnya membuang sampah lagi untuk mengetahui bahwa dia tidak sehat.

Ketika Suhail bin Amr, seorang penyair yang mengarang puisi yang menghujat Nabi, dibawa sebagai tawanan perang setelah pertempuran Badar, Nabi meminta sahabatnya untuk menunjukkan kebaikan kepadanya.

Ada banyak contoh yang membuktikan bahwa Nabi tidak pernah melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang sangat tidak menghormatinya atau Allah Yang Maha Kuasa.

"Kekerasan terhadap siapa pun yang mengkritik Islam, Allah Yang Maha Kuasa, atau Nabi Muhammad (saw) tidak dapat diterima sebagaimana dengan jelas ditetapkan oleh ajaran ilahi. Namun memang hinaan terhadap Nabi merupakan tusukan di hati Islam dan bagi mereka yang mengaku sebagai pengikutnya," katanya.

"Mereka yang mendukung pembunuhan orang-orang yang dituduh melakukan penistaan ​​adalah musuh Islam karena mereka tidak mengerti Islam atau tidak menghormati Nabi.  Tidak peduli siapa mereka, Alquran dan ajaran Nabi (saw) menantang mereka," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement