Kamis 05 Nov 2020 14:20 WIB

Tetap Positif Saat Isolasi

Pada gerakan-gerakan shalat terdapat khasiat yang menjadi obat bagi setiap penyakit.

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Aktivitas olahraga pagi di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta yang menjadi rumah sakit darurat sekaligus tempat isolasi mandiri untuk pasien Covid-19. Ilustrasi
Foto: Republika/Yudha Manggala
Aktivitas olahraga pagi di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta yang menjadi rumah sakit darurat sekaligus tempat isolasi mandiri untuk pasien Covid-19. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Menjalani karantina sebagai pasien positif Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet tak membuat Agus Raharjo berdiam diri. Karyawan di salah satu perusahaan swasta di Jakarta itu punya banyak cara untuk mengisi waktunya selama masa karantina.

Ia mendapat kabar dirinya positif Covid- 19 pada 18 September lalu setelah mengikuti serangkaian tes swab. Kala itu, Agus ditawari pilihan untuk menjalani karantina di rumah nya atau di RSD Wisma Atlet. Dengan berbagai pertimbangan, Agus memilih yang kedua.

Dia mengaku tidak merasakan sakit apa pun yang menjadi gejala umum penderita Co vid-19. Karena itu, ia pun ditempatkan di To wer 5 Wisma Atlet yang menjadi tempat ka ran tina bagi pasien positif Covid-19 tanpa gejala.

Agus menjelaskan, segala aktivitasnya di ha biskan di ruang karantina. Dalam satu unit ruangan terdapat dua kamar pasien lengkap dengan kamar mandi pada setiap kamar. Untuk makan, Agus dan pasien tanpa gejala lain nya mengambil langsung di ruang perawat di setiap lantai. Setiap lorong pun disediakan dispenser air minum untuk pasien.

Selama masa karantina, Agus justru banyak beraktivitas. Dia kerap berjemur di salah satu ruangan terbuka di salah satu lantai Tower 5. Agus juga tetap mengerjakan tugas-tugas kan tor di kamarnya yang terhubung dengan jaringan Wi-fi.

"Ini bagian ujian dari Yang Maha Besar, kita jalani saja ujian ini. Kita harus mende katkan diri pada Allah. Ibaratnya kalau lulus ber arti kita sukses," kata Agus kepada Republika, beberapa hari lalu.

Agus pun kerap menghabiskan waktu dengan membaca buku, menonton film, dan mengakses berita melalui gawai dan laptop yang dibawanya. Beragam aktivitas itu membuat Agus makin rileks menjalani karantina. Tidak lupa, Agus memperkaya gizi ruhani. Dia ma kin rutin membaca Alquran dan memper banyak shalat sunah. Agus meyakini pada gerakan-gerakan shalat terdapat khasiat yang men jadi obat bagi setiap penyakit.

Untuk melaksanakan ibadah sehari-hari, setiap pasien melaksanakannya di dalam ka mar masing-masing. Tak ada ruang khusus se perti mushala yang disediakan bagi pasien di setiap lantainya. "Sebab ada penelitian yang di lakukan di luar negeri yang menjadi treat ment bagi penderita Covid-19 itu ternyata itu adalah posisi sujud. Tapi, mereka kan tidak ta hu bahwa gerakan itu adalah posisi sujud. De ngan posisi sujud itu agar cairan yang ada pada paru-paru bagian bawah itu naik," kata Agus.

Berbeda dengan Agus, Suwendi baru saja mengakhiri masa isolasinya di rumah. "Hari ini saya dapat hasil tes dari rumah sakit dan di nyatakan negatif," kata Suwendi pada Selasa lalu ketika Republika menanyakan kabarnya yang tengah menjalani isolasi mandiri. Suwen di bahagia telah dinyatakan sembuh dari Co vid-19 setelah 16 hari menjalani karantina.

Seperti Agus, Suwendi merupakan pasien tanpa gejala. Dia menjalani tes swab bersama anggota keluarganya. Pada 7 September lalu, pendiri Pesantren Nahdlah Bahriyah Cantigi, Indramayu ini dinyatakan positif Covid-19 meski semua anggota keluarganya negatif.

Ia menjalani karantina mandiri di kediamannya di kawasan Tangerang Selatan. Selama karantina, Suwendi tetap mengisi hari-harinya untuk melakukan pekerjaan kantor di ruangan khusus."Saya harus kuat dan yakin ini karunia dari Allah, yang harus saya terima tulus ikhlas dan saya hanya berharap ada hikmahnya," ujar Suwendi.

Dia pun lekas mengabari orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya tentang kondisinya sebagai penderita Covid-19. Itu di lakukan agar mereka dapat cepat mengambil lang kah pengecekan kesehatan.

Setiap malam, melalui panggilan video Suwendi kerap berbagi cerita dengan keluarganya hing ga berdoa bersama untuk kesembuhannya. Da lam masa karantina itu, Suwendi mengakui di rinya berupaya untuk menata hati dengan ber muhasabah diri. Suwendi menyibukkan diri de ngan membaca Alquran, terutama surah al-Mu luk. Selain itu, ia memperbanyak zikir dan berdoa.

"Saya menata hati bahwa rezeki itu bukan hanya kenikmatan, musibah pun adalah surat cinta dari Allah. Setelah saya memperbaiki men tal, ribuan orang mengirimkan pesan mem beri kan doa dan saya yakin tak ada obat yang paling ampuh kecuali doa," kata dia.

Suwendi mengakui pada awal dinyatakan positif Covid-19, banyak warga di sekitar tempat tinggalnya khawatir. Meski demikian, warga perlahan mengerti posisinya sebagai pasien Covid-19.

"Mendeklarasikan diri sebagai orang Covid- 19 itu penting karena di lapangan banyak orang down duluan, hilang percaya diri sehingga dikucilkan. Ini harus dihilangkan. Juga stigmastig ma penderita Covid-19 itu jahat dan lainnya juga harus dihilangkan. Mengedukasi masyara kat itu penting sehingga penderita Covid tidak dikucilkan," kata dia.

Sekretaris MUI Jawa Tengah KH Muhyiddin yang juga sempat menjadi penyintas Covid-19 mengungkapkan, sikap optimistis sambil me lakukan ikhtiar lahir maupun batin amat pen ting bagi penderita korona. Dia mencontohkan, selama menjalani isolasi, dia mengonsumsi sari tebu hingga berkumur dengan air hangat yang di campur garam. Selain itu, ia  menggunakan minyak kayu putih.

Kiai Muhyiddin juga terus meningkatkan kebugaran tubuh dengan mengonsumi ma kanan sehat dan berjemur. Dia juga melakukan upa ya batin, yakni dengan menambah zikir, bertadarus Alquran, serta berdoa. Cara itu mem buat Kiai Muhyiddin semakin tenang dan optimis sembuh dari Covid-19.

"Menurut saya, yang utama itu sabar dan tawakal pada Allah itu yang akan menolong kita untuk tidak gelisah, takut. Kemudian kita ikuti semua protokol medisnya," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement