Kamis 05 Nov 2020 08:21 WIB

Anjuran Membaca Alquran dengan Tenang dan Merenungkannya

Umat dianjurkan membaca Alquran dan merenungkannya.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Anjuran Membaca Alquran dengan Tenang dan Merenungkannya. Foto: Umat muslim membaca Alquran di Masjid Asy-Syuhada, Kenali Besar, Jambi.
Foto: Wahdi Septiawan/Antara
Anjuran Membaca Alquran dengan Tenang dan Merenungkannya. Foto: Umat muslim membaca Alquran di Masjid Asy-Syuhada, Kenali Besar, Jambi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pimpinan Pesantren Tahfizh Mutiara Darul Quran Ustadz Teguh Turwanto, mengatakan, bahwa Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya At-Tibyan Fi Adabi Hamlatil Qur'an, menyarankan, saat mulai membaca Alqur'an, hendaklah kondisi si pembaca tenang dan merenung (tadabbur) saat membaca.

"Dalil-dalil tentang hal ini terlalu banyak untuk dibatasi dan terlalu familiar dan jelas untuk disebutkan, karena membaca dengan tenang dan merenung itulah yang dimaksudkan dan karenanya hati menjadi lapang dan bersinar," kata Ustadz Teguh Turwanto.

Baca Juga

Dalam surah An-Nisa ayat 82 Allah berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ

"Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an?"

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shad: 29)

Dinukil dari kitab Igaatsatul lahfaan (1/21): Allah Ta'ala berfirman:

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا

“Dan apakah orang yang tadinya mati (kafir) kemudian dia Kami hidupkan (dengan petunjuk Kami) dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita dan sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya” (QS al-An’aam: 122).

Imam Ibnul Qayyim berkata: “(Dalam ayat di atas) Allah menjelaskan bahwa kitab-Nya (al-Qur-an) yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mengandung dua perkara (manfaat), yaitu (sebagai) ruh untuk menghidupkan hati manusia dan (sebagai) cahaya untuk menyinari dan menerangi (hidupnya)”

Dalam kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 762), ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Ini adalah (fungsi) al-Qur-an yang mulia, Allah menyebutnya sebagai ruh karena ruh yang menjadikan tubuh manusia hidup. (Demikian) pula al-Qur-an yang menjadikan hati dan jiwa manusia hidup, sehingga hiduplah (terwujudlah) dengan al-Qur-an semua kebaikan (dalam urusan) dunia dan agama, karena di dalamnya banyak kebaikan dan ilmu yang luas.”

Alquran bukan hanya kitab, pula bukan hanya obat. Ia sesuatu yang eksklusif, sesuatu yang tak bisa digali secara tuntas karena substansi dan daya pengaruhnya yang luar biasa bagi diri manusia.

Ia seperti yang diungkapkan oleh Sayyid Quthb- menyibak tirai, membuka jendela, memancarkan cahaya, menggugah rasa, menguatan hati, memurnikan nurani, menghidupkan ruh. Ia berpijar dan bersinar. (kitab Fi Zhilalil Qur’an, 6/3297)

Tak salah jika ada yang mengatakan bahwa orang yang membaca Alquran dengan hati terbuka akan merasa sedang berinteraksi dengan ‘wujud hidup yang bergerak dan berbicara, seolah mempunyai perasaan, bisa sedih dan bisa senang, bisa rela dan bisa murka. Setiap surah memberikan pengaruh perasaan tertentu: menanamkan keyakinan dan keagungan, menumbuhkan semangat dan gairah, membakar kemarahan karena Allah, memantik kesedihan, dan seterusnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement