Thursday, 16 Syawwal 1445 / 25 April 2024

Thursday, 16 Syawwal 1445 / 25 April 2024

Bawaslu Anambas: Pilkada 2020 Rawan Politik Uang

Kamis 05 Nov 2020 02:00 WIB

Red: Andi Nur Aminah

 Ilustrasi Politik Uang

Ilustrasi Politik Uang

Foto: Foto : MgRol_94
Bawaslu cukup banyak menerima laporan tak resmi terkait dugaan politik uang.

REPUBLIKA.CO.ID, ANAMBAS -- Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, menyatakan Pilkada 2020 rawan politik uang. Meski demikian, pembuktiannya cukup sulit dilakukan.

Anggota Bawaslu Anambas Liber Simaremare, di Tarempa, ibu kota Anambas, Rabu (4/11) mengatakan pihaknya cukup banyak menerima laporan terkait dugaan politik uang. Namun orang yang memberi informasi tersebut tidak mau membuat laporan resmi.

Baca Juga

"Kami didesak untuk mengambil tindakan tegas oleh tim salah satu pasangan calon, namun informasi awal itu tidak dilengkapi data. Padahal penerima uang itu dapat melaporkan kepada kami untuk segera ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku," ujarnya.

Sampai sekarang, kata Liber, Bawaslu Anambas belum menemukan maupun menerima laporan resmi terkait politik uang. "Laporan hanya disampaikan secara tidak resmi. Sulit ditindaklanjuti kalau penerima uang tersebut tidak melaporkan kepada kami," katanya.

Liber mengingatkan pemberi dan penerima uang untuk "membeli" suara dapat dikenakan sanksi pidana. Karena itu ia mengajak seluruh masyarakat untuk menolak politik uang.

Politik uang tidak mendidik masyarakat, dan meruntuhkan nilai-nilai demokrasi dalam pilkada. Politik uang melahirkan pemimpin yang cenderung koruptif sehingga praktik yang mengancam nilai-nilai demokrasi harus ditolak bersama.

"Kami ingatkan kepada peserta pemilu untuk tidak melakukan politik uang. Peserta pemilu memiliki tanggung jawab dalam memberi pendidikan politik kepada masyarakat," tegasnya.

Pada Pemilu 2014, Bawaslu Anambas berhasil mengungkap kasus politik uang yang dilakukan oleh caleg, yang kemudian gagal didiskualifikasi sehingga tidak dapat dilantik sebagai angggota DPRD Lingga. Padahal, ia memperoleh suara cukup signifikan.

Tahun 2014, kata dia satu suara 'dijual' senilai Rp 1,5 hingga Rp 2 juta. Pemilu 2019, nilai satu suara berkurang menjadi Rp 1 juta. Namun tidak semua warga mau menerima uang tersebut. "Pemilih menolak politik uang dengan berbagai alasan, salah satunya takut," katanya.

Ketua KPU Anambas Jufri Budi mengatakan politik uang rawan terjadi pada pilkada. Jajaran KPU Anambas gencar melakukan sosialisasi tolak politik uang, dan mendorong pemilih gunakan hak suara. "Kami berharap Bawaslu Anambas dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah politik uang," ujarnya.

 

Sumber : Antara
 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler