Rabu 04 Nov 2020 18:07 WIB

Studi Ungkap Alasan Musik Beri Rasa Bahagia

Peneliti ingin menemukan alasan mengapa musik dikaitkan dengan motivasi.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Mendengarkan musik bisa membuat seseorang bahagia (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Mendengarkan musik bisa membuat seseorang bahagia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Musik memang tidak dapat membuat orang kenyang saat perut lapar. Akan tetapi, fenomena yang terjadi menunjukkan banyak orang merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan secara harfiah jika sudah menikmati musik.

Rasa yang didapatkan bisa berupa ketenteraman hati hingga kebahagiaan. Sebuah studi mempelajari aktivitas otak di balik rasa menikmati musik. Dilansir di Inverse, Rabu (4/11), para ilmuwan semakin memahami mengapa musik mampu membuat seseorang merasa senang.

Dalam sebuah penelitian yang baru rilis itu, para ilmuwan menemukan bahwa gelombang tertentu dari aktivitas otak meningkatkan kekuatan ketika orang-orang menikmati musik sehingga bergerak secara emosional. Studi ini dilakukan pada sampel 18 orang dan dibangun dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa musik terkait dengan aktivasi pusat kesenangan otak.

Penulis studi, Thibault Chabin yang juga seorang Ph.D. di The University of Burgundy Franche-Comté, Prancis, mengatakan bahwa kesenangan musik mengaktifkan beberapa sirkuit pemrosesan 'hadiah' seperti yang dilakukan bentuk kesenangan lainnya, seperti makanan hingga seks. Mendengarkan musik juga dapat menyebabkan pelepasan dopamin yaitu hormon yang terkait dengan pengalaman yang menyenangkan.

Pada saat yang sama, tidak jelas mengapa musik harus memiliki kekuatan sistem kesenangan. "Tapi yang menarik dengan musik adalah tampaknya tidak memberikan nilai biologis dan tidak memiliki nilai untuk kelangsungan hidup," kata Chabin.

Peneliti juga ingin menemukan alasan mengapa musik terkait motivasi dan terlibat dalam fungsi bertahan hidup seseorang. Studi yang dipublikasikan di Frontiers in Neuroscience ini menjelaskan bahwa otak diaktifkan saat musik diperdengarkan kepada peserta.

Studi sebelumnya tentang musik dan kesenangan menganalisis neurotransmiter dan menggunakan pencitraan FMRI untuk menunjukkan bahwa musik menyebabkan dua gelombang kesenangan di otak. Sebuah studi pada 2011 di Nature melaporkan bahwa, ketika sebuah lagu dimainkan, ada periode antisipasi dan perasaan dengan dopamin mulai dilepaskan.

Studi baru ini didasarkan pada pembacaan EEG, yang mengukur aktivitas listrik. Tujuannya untuk melihat apakah ada perubahan dalam aktivitas listrik otak yang juga bisa mendukung hubungan antara musik dan kesenangan.

Para peserta memilih lima lagu sebelumnya yang mereka tahu sering membuat mereka terpikat. Para ilmuwan juga memberi tiga lagu netral untuk didengarkan. Kemudian, para pendengar duduk kembali, memejamkan mata, dan mendengarkan musik melalui headphone nirkabel, sementara para ilmuwan memantau aktivitas otak mereka.

Saat mereka mendengarkan, masing-masing partisipan merasakan sesuatu rata-rata 16,9 kali. Setiap momen yang mampu menggetarkan para peserta itu berlangsung sekitar 8,75 detik.

Ketika para peserta mendengarkan lagu yang membuat mereka merinding, tim menemukan peningkatan gelombang theta (gelombang aktivitas otak yang mengikuti osilasi reguler) di korteks orbitofrontal. Area otak ini dikaitkan dengan pemrosesan emosional.

Kekuatan gelombang tersebut berkorelasi dengan intensitas kedinginan dan kekuatan emosi yang dialami pendengarnya. Pada saat yang sama, tim menemukan pola aktivitas di dua wilayah otak lainnya, area motorik tambahan, wilayah otak yang terlibat dalam kontrol motorik, dan lobus temporal kanan, yang terlibat dalam menafsirkan komunikasi non-verbal, seperti musik.

Para penulis studi berpendapat bahwa peningkatan kekuatan gelombang theta adalah sinyal tingkat permukaan dari respons penghargaan dua cabang yang terjadi jauh di dalam otak dan akhirnya ada pelepasan dopamin. Pelepasan dopamin mengaktifkan sistem kesenangan otak, belum lagi area otak yang sangat jauh yang tidak terkait dengan kesenangan. Meski begitu, hal ini tidak identik dengan aktivitas lain yang melepaskan dopamin ke otak.

"Implikasi dari sistem penghargaan dan sistem dopaminergik dalam pemrosesan kesenangan musik, (juga terlibat dalam perilaku termotivasi: makan, seks, obat-obatan, uang) menunjukkan fungsi untuk musik," tulis peneliti.

Dibandingkan aktivitas lain yang dihargai oleh otak, seperti makan atau berkembang biak, hal itu juga cenderung memberi manfaat untuk bertahan hidup. Namun sepertinya perihal musik dapat membantu kita berkembang, tetapi sebenarnya mungkin tidak membantu untuk bertahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement