Selasa 03 Nov 2020 11:27 WIB

Orang Inggris Pertama yang Kena Covid-19 Meninggal

Connor Reed, warga Inggris yang kena Covid-19 pada 25 November 2019, meninggal dunia.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Connor Reed, warga Inggris yang pertama kena Covid-19, meninggal dalam usia 26 tahun. Ia terinfeksi virus corona pada 25 November 2019 saat menjadi pengajar Bahasa Inggris di universitas di Wuhan, China.
Foto: The Sun
Connor Reed, warga Inggris yang pertama kena Covid-19, meninggal dalam usia 26 tahun. Ia terinfeksi virus corona pada 25 November 2019 saat menjadi pengajar Bahasa Inggris di universitas di Wuhan, China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Connor Reed, warga Inggris pertama yang kena Covid-19, meninggal dalam usia 26 tahun. Ia diketahui telah berbulan-bulan berjuang melawan gejala yang tersisa dari infeksi virus SARS-CoV tersebut.

Ibunya, Hayley, sangat berduka dengan kematian anaknya. Ia menceritakan anaknya mengajar Bahasa Inggris di salah satu perguruan tinggi di Wuhan, China, sebelum diserang virus mematikan itu pada 25 November 2019. Kasus pertama Covid-19 di dunia diketahui muncul pada 17 November.

Baca Juga

Dalam sebuah wawancara pada awal tahun ini, Connor sempat menjelaskan gejala virus corona yang dialaminya. Ia mengatakan, batuk yang ia alami ternyata merupakan pneumonia sehingga ia harus dirawat di rumah sakit karena pernapasannya semakin sesak.

"Saya tidak mau minum antibiotik apapun dan hanya minum hot toddies, minuman panas yang terbuat dari wiski dan madu, dan itu sangat membantu meredakan sakit tenggorokan. Saya adalah bukti bahwa kalian bisa selamat dari virus corona," kata Connor yang sakit selama sekitar dua pekan sebelum dinyatakan sembuh total.

Hayley, yang tinggal di Brisbane, Australia sejak satu dekade lalu, mengungkapkan bahwa Connor tidak pernah bisa mengatasi kondisi yang dialaminya setelah tertular Covid-19. Selama enam bulan terakhir, Connor mengalami banyak kesulitan di China.

Menurut Hayley, Connor ikut kena lockdown ketat lebih dari 20 pekan di China. Lalu, ketika terbang ke Australia, ia juga mengalami masa karantina wilayah selama dua pekan.

"Dia menjalani lockdown lagi selama tiga pekan di Inggris,” kata Hayley.

Ketika berada di Inggris, menurut Hayley, Connor mengabaikan gejala yang ia derita. Anaknya memilih untuk tidak bekerja dan bed rest di apartemennya.

Pria asal Llandudno, Wales Utara itu kemudian diopname setelah mengalami batuk serius dan kehilangan suaranya. Setelah keluar dari rumah sakit, Connor melanjutkan pemulihan di apartemennya.

Connor ditemukan tak bernyawa di aula kediamannya di Bangor University, Wales, pada pekan lalu. Polisi dan paramedis sempat dipanggil ke apartemennya akhir pekan lalu, tetapi Connor dinyatakan meninggal di tempat kejadian.

Insiden itu tidak dianggap mencurigakan oleh polisi. Connor adalah siswa Inggris kesembilan yang meninggal sejak universitas kembali dibuka bulan lalu.

Seorang juru bicara Kepolisian Wales Utara berkata, tak lama setelah pukul 10 malam pada tanggal 25 Oktober, Polisi Wales utara diminta oleh layanan ambulans untuk datang ke kamar mahasiswa di asrama Bangor University.

“Sayangnya, terlepas dari upaya terbaik yang telah dilakukan oleh teman dan paramedis, seorang siswa laki-laki berusia 26 tahun itu dinyatakan meninggal di lokasi. Kami memahami kondisi keluarga dan teman korban setelah kematian tragis seorang siswa muda ini dan kami meminta privasi mereka dihormati,” kata polisi tersebut.

Penyelidik untuk North West Wales, Dewi Pritchard Jones mengatakan kematian itu tidak dianggap mencurigakan. Ia membenarkan bahwa mereka telah membuka penyelidikan atas kematiannya.

Saat ini, keluarga Connor pun telah meluncurkan halaman penggalangan dana online untuk memberinya pemakaman yang layak. Connor merupakan mahasiswa Bahasa Mandarin di Bangor University.

"Kami tidak akan pernah tahu kemana ambisi dan semangatnya akan membawanya. Kami ingin memberikan pemakaman yang layak untuk Connor di Inggris dan juga Australia. Tapi kami tidak akan pernah bisa menghadiri pemakamannya di Inggris karena pembatasan orang akibat corona. Karena itu, kami akan memastikan kami semua merayakan hidupnya di rumahnya di Australia,” papar Hayley, seperti dikutip The Sun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement