Senin 02 Nov 2020 21:34 WIB

Djoko Tjandra Diingatkan untuk tak Coba Suap Majelis Hakim

Djoko Tjandra diingatkan untuk tidak mencoba melakukan suap terhadap Majelis Hakim.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus suap dan pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Djoko Tjandra didakwa telah memberikan suap kepada Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar Singapura, Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS. Djoko Tjandra juga didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus suap dan pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Djoko Tjandra didakwa telah memberikan suap kepada Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar Singapura, Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS. Djoko Tjandra juga didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengingatkan terdakwa perkara penghapusan red notice, Djoko Tjandra agar tidak memiliki niatan menyuap hakim yang menangani perkaranya. Sebab, terpidana kasus hak tagih Bank Bali itu diduga melakukan suap untuk mengurus fatwa hukum di Mahkamah Agung (MA) dan penghapusan namanya dalam red notice interpol Polri.

Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis mengingatkan, Djoko Tjandra untuk tidak percaya pada pihak-pihak yang mengklaim bisa memuluskan perkaranya. Menurutnya, jika ada pihak yang mengklaim bisa melakukan hal itu, adalah bentuk penipuan.

Baca Juga

"Saya tidak melakukan suap menyuap dan sebagainya. Siapapun yang mengatakan bahwa menguruskan perkara saudara atas nama Majelis Hakim itu adalah kebohongan, itu tidak mungkin," tegas Damis di PN Tipikor Jakarta, Senin (2/11).

Majelis hakim juga meminta Djoko Tjandra untuk mendengarkan secara rinci terkait dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). "Saudara dengarkan baik-baik apa yang dibacakan penuntut umum, silakan penuntut umum," tegas Hakim Damis.

Djoko Tjandra didakwa memberikan suap kepada dua Petinggi Polri untuk memuluskan penghapusan red notice atau status daftar pencarian orang (DPO) terhadap dirinya. Djoko Tjandra didakwa  bersama-sama dengan Tommy Sumardi memberikan suap terhadap Kadiv Hubungan Internasinal Polri Irjen Napoleon Bonaprte dan  Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri,  Brigjen Prasetijo Utomo.

Atas perbuatannya, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Tak hanya didakwa menyuap dua Petinggi Polri, Djoko Tjandra alias Joko Soegiarto Tjandra juga didakwa memberikan suap 500 ribu dollar AS kepada Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI Pinangki Sirna Malasari. Suap diberikan agar Pinangki mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung. 

Pengurusan tersebut agar Djoko Tjandra tak perlu dieksekusi berdasarkan Putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009. Sehingga, Djoko Tjandra bisa melenggang bebas ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.

Atas perbuatannya, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement