Senin 02 Nov 2020 11:45 WIB

Setelah Tiga Bulan Deflasi, Indonesia Kembali Inflasi

BPS mencatat terjadi inflasi 0,07 persen pada Oktober 2020.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolandha
Pembeli memilih cabai merah di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Selasa (2/6). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Oktober mencapai 0,07 persen dengan inflasi tahun kalender sebesar 0,95 persen.
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Pembeli memilih cabai merah di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Selasa (2/6). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Oktober mencapai 0,07 persen dengan inflasi tahun kalender sebesar 0,95 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Oktober mencapai 0,07 persen dengan inflasi tahun kalender sebesar 0,95 persen. Ini menjadi inflasi pertama setelah Indonesia mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut sepanjang Juli hingga September.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, penyebab utama inflasi pada bulan lalu adalah kenaikan harga cabai merah dan minyak goreng. Masing-masing memberikan andil 0,09 persen terhadap inflasi. Kenaikan harga bawang merah turut berkontribusi sebesar 0,02 persen.

Kenaikan harga tiga komoditas tersebut yang menyebabkan kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi 0,29 persen pada bulan lalu. "Andilnya paling besar, 0,07 persen, kepada inflasi," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/11).

Kenaikan harga cabai merah terjadi di 82 kota IHK dengan tertinggi terdapat di Bulukumba, Sulawesi Selatan, yaitu hingga 85 persen. Padang Sidempuan dan Tegal juga mengalami tren serupa dengan kenaikan masing-masing 76 persen.

Sementara itu, harga bawang merah yang merangkak naik terjadi di 70 kota IHK. Salah satunya di Lhokseumawe, Aceh, yang mengalami kenaikan harga hingga 33 persen.

Di sisi lain, BPS juga mencatat adanya penurunan harga untuk beberapa komoditas dalam kelompok makanan, minuman dan tembakau. Di antaranya, telur ayam ras yang memberikan andil deflasi 0,02 persen. Selain itu, daging ayam ras dan beberapa jenis buah-buahan yang masing-masing memberikan andil deflasi 0,01 persen.

Kenaikan dan penurunan harga sejumlah komoditas ini yang juga menyebabkan komponen harga bergejolak menjadi penyumbang terbesar inflasi bulan lalu. Tingkat inflasi komponen ini tercatat mencapai 0,40 persen dengan andil ke inflasi Oktober sebesar 0,07 persen. Khusus untuk komponen bahan makan, tingkat inflasinya 0,38 persen dengan kontribusi 0,07 persen.

Secara tahunan, tingkat inflasi yang dialami Indonesia pada bulan lalu berada di level 1,44 persen. Realisasi ini membaik dibandingkan September yang sebesar 1,42 persen, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan Oktober tahun lalu. "Oktober 2019, inflasinya mencapai 3,13 persen," tutur Suhariyanto.

Dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dipantau BPS pada bulan lalu, sebanyak 66 kota di antaranya mengalami inflasi. Tingkat tertinggi dialami Sibolga, Sumatera Utara, yaitu sebesar 1,04 persen. Sedangkan, inflasi terendah terjadi di DKI Jakarta, Cirebon, Bekasi serta Jember yang masing-masing mengalami inflasi 0,01 persen.

Sementara itu, 24 kota lainnya mengalami deflasi dengan deflasi tertinggi terjadi di Manokwari (-1,81 persen). Penyebabnya, terjadi penurunan tarif angkutan udara yang memberikan andil 0,80 persen terhadap deflasi. Surabaya menjadi kota dengan deflasi terendah, 0,02 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement