Sabtu 31 Oct 2020 07:57 WIB

Mengenal Lamartine, Pengagum Rasulullah Pembela Tricolor

Dia mengungkapkan jika Nabi Muhammad merupakan sosok terbesar dalam sejarah.

Alphonse de Lamartine
Foto: Wikipedia
Alphonse de Lamartine

REPUBLIKA.CO.ID, Alphonse de Lamartine merupakan sosok orientalis dengan minat khusus kepada Lebanon dan Timur Tengah. Dia melakukan perjalanan ke Lebanon, Suriah dan Arab pada 1832–1833. Dalam perjalanan itu, ketika dia dan istrinya, pelukis dan pematung Elisa de Lamartine, berada di Beirut, pada 7 Desember 1832, satu-satunya anak mereka, Julia, meninggal pada usia sepuluh tahun.

Selama perjalanannya ke Lebanon, Lamartine bertemu dengan Pangeran Bashir Shihab II dan Pangeran Simon Karam. Kebetulan, mereka merupakan penyuka puisi. Sebuah lembah di Lebanon masih disebut Lembah Lamartine sebagai peringatan kunjungan itu. Hutan cedar Lebanon pun masih menyimpan "Lamartine Cedar", yang dikatakan sebagai pohon cedar tempat Lamartine duduk 200 tahun yang lalu. Lamartine sangat dipengaruhi oleh perjalanannya sehingga ia mementaskan puisi epik pada 1838 La Chute d'un ange (The Fall of an Angel) di Lebanon.

photo
Akun Twitter Imran Khan - (Twitter)

Enambelas tahun kemudian, Lamartine, menulis  Histoire de La Turquie (Sejarah Turki) (1854). Di dalam buku ini, ia menulis pujian kepada sosok Rasulullah SAW. Lamartine yang dikenal sebagai pembela republik itu bahkan mengungkapkan jika Nabi Muhammad merupakan sosok terbesar dalam sejarah.

“Kesabarannya dalam kemenangan, ambisinya yang sepenuhnya dikhususkan untuk satu gagasan dan sama sekali tidak berjuang untuk sebuah kerajaan, doa-doanya yang tak ada habisnya, percakapan mistiknya dengan Tuhan, kematiannya dan kemenangannya setelah kematian - semua ini bukan bukti palsu, tetapi pada keyakinan yang kuat, yang memberinya kekuatan untuk memulihkan dogma. Dogma ini terdiri dari dua bagian: kesatuan Tuhan dan keabadian Tuhan; yang pertama mengatakan apa itu Tuhan, yang kedua mengatakan apa yang bukan Tuhan; yang satu menumbangkan dewa palsu dengan pedang, yang lain memulai ide dengan kata-kata. Filsafat, orator, rasul, legislator, pejuang, penakluk gagasan, pemulih keyakinan rasional, sekte tanpa gambar; pendiri dua puluh kerajaan terestrial dan satu kerajaan spiritual, yaitu Muhammad. Mengenai semua standar yang dengannya kebesaran manusia dapat diukur, kita mungkin bertanya, adakah orang yang lebih besar dari dia “

Dibesarkan oleh ibunya untuk menghormati kehidupan hewan, dia merasa makan daging menjijikkan, dengan mengatakan 'Seseorang tidak memiliki satu hati untuk Manusia dan satu untuk hewan. Seseorang memiliki hati atau tidak '. Tulisan-tulisannya di La chute d'un Ange (1838) dan Les confidences (1849) akan diterima oleh para pendukung vegetarianisme di abad ke-20.

Mempertahankan Tricolor

Sosok Alphonse de Lamartine memainkan peran penting dalam sejarah pendirian Prancis sebagai republik setelah revolusi.  Setelah  Revolusi Prancis, kekalahan Napoleon dan Kongres Vienna 1815, tatanan baru sedang mempengaruhi seluruh Eropa. Merespons hukum sebelumnya yang keras, anyak kelompok dari kalangan menengah ke bawah mengampanyekan kebebasan, kesetaraan dan hak-hak lainnya. Mereka ingin bebas untuk hidup di negaranya, untuk memiliki pemerintahan yang berasal dari rakyat. Mereka juga menginginkan kebebasan pers dan kebebasan beragama. 

Pada 1848, gerakan besar sekali lagi menjalar ke penjuru Benua Eropa. Meski kesuksesan dibarengi dengan pergerakan politik di banyak negara melawan represi. Di Prancis, monarki akhirnya terjungkal karena Revolusi Februari. Negeri ini akhirnya menjadi republik untuk keduakalinya. 

Pada tahun itu, ekonomi Prancis tidak stabil. Harga makanan meninggi sementara tingkat pengangguran meningkat. Masyarakat dari tingkat menengah (dikenal sebagai Bourgeoisie) mulai meneriakkan reformasi. Mereka meminta gaji yang layak dan pekerjaan juga menurunkan harga. 

Pada Februari 1848, mereka berunjuk rasa di jalan-jalan di Paris. Pada saat itu, Alphonse de Lamartine, seorang penulis, pujangga, dan menteri luar negeri menolak bendera tricolour untuk diganti menjadi bendera merah. Dalam pidatonya bertajuk The Second Republic yang disampaikan di Hotel de Ville pada 25 Februari 1848, Lamartine menolak bendera merah sebagai pengganti bendera tiga warna. Bagi Lamartine, bendera merah menjadi simbol bendera darah yang menyimbolkan anarki. Ini merepresentasikan ancaman bagi para pekerja di republik ini. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement