Sabtu 31 Oct 2020 04:59 WIB

Palestina Kecam Kebijakan AS Soal Warga Kelahiran Yerusalem

Kebijakan AS soal pencantuman kata Israel bagi warga kelahiran Yerusalem dikecam.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Palestina Kecam Kebijakan AS Soal Warga Kelahiran Yerusalem. Foto: Ilustrasi Kota Yerusalem dalam sebuah lukisan.
Foto: blogspot.com
Palestina Kecam Kebijakan AS Soal Warga Kelahiran Yerusalem. Foto: Ilustrasi Kota Yerusalem dalam sebuah lukisan.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina mengecam kebijakan terkait pemberian izin kepada warga AS yang lahir di Yerusalem untuk mencantumkan Israel sebagai tempat kelahiran di paspor dan dokumen lainnya. Palestina menganggap langkah AS itu merupakan pelanggaran dan tidak sah.

Juru Bicara Pemimpin Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, dilansir di Arutz Sheva, Jumat (30/10), mengatakan, Yerusalem timur adalah tanah yang diduduki. Karena itu menurut dia pernyataan Pompeo tidak sah dan justru bentuk pelanggaran secara terang-terangan terhadap hukum dan legitimasi internasional.

Baca Juga

Abu Rudeineh menekankan bahwa Yerusalem timur, dengan situs-situs suci bagi Islam dan Kristen, adalah garis merah yang menjadi sandaran keamanan dan stabilitas seluruh wilayah. Dengan demikian, kebijakan yang disampaikan itu merupakan kebalikan dari kebijakan AS selama beberapa dekade.

Perubahan kebijakan paspor tersebut disampaikan ketika AS secara resmi membatalkan penolakannya untuk mendanai proyek penelitian bersama di Israel yang dilakukan di Yudea, Samaria, atau Dataran Tinggi Golan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Duta Besar AS untuk Israel David Friedman bertemu di Universitas Ariel di Samaria pada Rabu kemarin untuk menandatangani perjanjian kerja sama ilmiah. Ini membuka jalan bagi pendanaan AS untuk proyek-proyek Israel terlepas dari lokasinya.

Perjanjian baru tersebut membatalkan batasan yang diberlakukan pada tahun 1970-an pada kerja sama penelitian AS-Israel yang mencakup klausul teritorial. Klasul ini melarang AS menyediakan dana untuk proyek-proyek yang melampaui perbatasan Israel sebelum tahun 1967.

Israel merebut dan menduduki Yerusalem Timur dalam Perang Timur Tengah 1967 bersama dengan seluruh Tepi Barat dan Jalur Gaza, wilayah yang dicari Palestina sebagai bagian dari negara masa depan mereka. Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai ibu kota "bersatu, abadi", sementara Palestina menginginkan ibu kota mereka sendiri di Yerusalem Timur.

Komunitas internasional telah menyatakan bahwa status Yerusalem harus disepakati dalam penyelesaian antara Israel dan Palestina, dan 128 negara mengutuk keputusan AS dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB pada akhir 2018. Sejak Trump bertempat tinggal di Gedung Putih pada Januari 2017, AS telah berulang kali mempromosikan kepentingan Israel dengan mengorbankan Palestina.

sumber:

http://www.israelnationalnews.com/News/News.aspx/290150

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement