Jumat 30 Oct 2020 13:51 WIB

Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Tanda Perbaikan Ekonomi

Fungsi intermediasi perbankan diperkirakan akan semakin membaik

Rep: novita intan/ Red: Hiru Muhammad
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA--Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang program restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19. Kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit diberlakukan hingga Maret 2022.

Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede menilai keputusan OJK merupakan langkah yang tepat dalam rangka memitigasi potensi peningkatan risiko kredit setelah periode relaksasi restrukturisasi berakhir pada Maret 2021 (tanpa dilakukan perpanjangan relaksasi). “OJK juga telah mempertimbangkan kondisi arus kas keuangan debitur diperkirakan secara umum belum pulih cukup signifikan,” ujarnya Jumat (30/10).

Josua memprediksi perpanjangan tersebut didasari oleh kondisi makroekonomi Indonesia meskipun menunjukkan tren perbaikan sejak kuartal dua 2020.“Namun kondisi sisi permintaan dari perekonomian masih menunjukkan yang belum kuat terindikasi dari rendahnya inflasi dan penurunan impor serta lemahnya permintaan kredit perbankan,” ucapnya.

Kemudian, fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas sejalan permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19. Pertumbuhan kredit pada September 2020 kembali menurun dari 1,04 persen pada Agustus 2020 menjadi 0,12 persen.

 

Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) naik dari 11,64 persen pada Agustus 2020 menjadi 12,88 persen didorong ekspansi keuangan Pemerintah. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, rasio non performing loan (NPL) per September sebesar 3,15 persen. “Oleh sebab itu, dikaitkan dengan keputusan OJK untuk memperpanjang periode relaksasi restrukturisasi, maka dapat memitigasi risiko kenaikan rasio NPL secara khusus setelah Maret 2021,” ucapnya.

Menurutnya pengelolaan risiko kredit yakni upaya untuk menekan rasio NPL tetap rendah, maka akan dapat menekan peningkatan ATMR, sehingga kondisi permodalan perbankan yang terindikasi melalui current account ratio (CAR) diperkirakan akan tetap terjaga pada level yang tinggi (CAR perbankan per Agustus tercatat 23,39 persen).

“Dengan perpanjangan relaksasi restrukturisasi yang didukung oleh tren penurunan suku bunga perbankan mengikuti penurunan suku bunga acuan BI serta kebijakan quantitative easing yang mendukung ketersediaan likuiditas sektor perbankan, maka kondisi stabilitas sistem perbankan diperkirakan akan tetap kuat serta mendukung peningkatan fungsi intermediasi perbankan,” ungkapnya.

Ke depannya, fungsi intermediasi perbankan diperkirakan akan semakin membaik sejalan prospek perbaikan kinerja korporasi dan pemulihan ekonomi domestik serta konsistensi sinergi kebijakan baik dari fiskal, moneter dan kebijakan sektor keuangan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement