Jumat 30 Oct 2020 13:01 WIB

Mahathir: Prancis Harus Belajar Hargai Perasaan Orang Lain

Mahathir menegaskan kebebasan berpendapat tidak berarti bebas menghina orang lain.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad
Foto: Straits Times
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad

IHRAM.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kematian seorang guru di Prancis yang dibunuh karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW turut direspon Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Ia mengatakan Prancis harus mengajari warganya untuk menghargai perasaan orang lain.

Kendati demikian, ia menyebut tindakan membunuh karena hal ini tetap tidak disetujuinya. Ide tentang kebebasan berekspresi juga menjadi salah satu yang dia percayai. Hanya saja, kebebasan berpendapat tidak berarti bebas menghina orang lain.

"Pembunuhan bukanlah tindakan yang saya setujui sebagai seorang Muslim. Tapi meski saya percaya pada kebebasan berekspresi, menurut saya itu tidak termasuk menghina orang lain. Anda tidak dapat menghampiri seorang pria dan mengutuknya hanya karena Anda percaya pada kebebasan berbicara," katanya dalam sebuah status di akun Twitternya, Kamis (29/10).

Dalam statusnya yang lain, ia bahkan menyebut Umat Islam memiliki hak untuk membunuh orang Prancis karena perlakuan Prancis di masa lalu. "Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Prancis untuk pembantaian di masa lalu," katanya dalam status yang kini dihapus Twitter.

"Tapi pada umumnya kaum Muslim belum menerapkan hukum “mata ganti mata”.  Muslim tidak melakukannya. Orang Prancis juga tidak boleh.  Sebaliknya, orang Prancis harus mengajari rakyatnya untuk menghargai perasaan orang lain," tambahnya.

Mahathir menuturkan, Malaysia selama ini bisa membuat kondisi negaranya stabil karena kepekaan warganya. Padahal negaranya ditinggali oleh banyak ras dan agama yang berbeda.

"Di Malaysia, di mana terdapat orang-orang dari banyak ras dan agama yang berbeda, kami telah menghindari konflik yang serius antar ras karena kami sadar akan kebutuhan untuk peka terhadap kepekaan orang lain.  Jika tidak, maka negara ini tidak akan pernah damai dan stabil," ujarnya.

Tindakan banyak negara yang memboikot produk-produk Prancis disebutnya bahkan belum cukup jila dibanding perlakuan Presiden Prancis yang justru menyalahkan semua muslim atas pembunuhan tersebut.

"Karena Anda telah menyalahkan semua Muslim dan agama Muslim atas apa yang dilakukan oleh satu orang yang marah, maka Muslim berhak menghukum Prancis.  Boikot tidak dapat mengkompensasi kesalahan yang dilakukan oleh Prancis selama ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement