Jumat 30 Oct 2020 09:29 WIB

'Pembangunan Wisata Komodo Jangan Dilihat dari Segi Ekonomi'

Jika ada penolakan warga, pembangunan wisata Komodo harus dipertimbangkan kembali.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bilal Ramadhan
Pengunjung mengamati petugas saat memberi makan komodo dragon (Varanus komodoensis) di Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta, Kamis (20/8). Menurut Kepala Satuan Pelaksana Promosi TMR Ketut Widarsono pada hari libur nasional kali ini tercatat Taman Margasatwa Ragunan (TMR) mengalami peningkatan sebanyak 1.480 pengunjung.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati petugas saat memberi makan komodo dragon (Varanus komodoensis) di Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta, Kamis (20/8). Menurut Kepala Satuan Pelaksana Promosi TMR Ketut Widarsono pada hari libur nasional kali ini tercatat Taman Margasatwa Ragunan (TMR) mengalami peningkatan sebanyak 1.480 pengunjung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan mengimbau agar pembangunan kawasan wisata di daerah konservasi komodo di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak hanya melihat sisi ekonomi saja. Menurutnya aspek ekologis dari pembangunan proyek strategis nasional tersebut juga perlu diperhatikan.

"Sudah sesuai aturan apa belum, jangan sampai pembangunan hanya melihat dari sisi ekonomi sekedar mendatangkan wisatawan," kata Daniel.

Ia mengatakan, adanya penolakan masyarakat sekitar terhadap proyek tersebut juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Sebab masyarakat khawatir habitat komodo menjadi terganggu akibat proyek yang direncanakan selesai 2021 tersebut.

"Karena itu komisi IV DPR meminta pemerintah agar dalam membangun suatu proyek harus mendengarkan aspirasi masyarakat sekitar, memastikan aspek lingkungan, aspek sosial, aspek psikologi masyarakat, dan aspek ekonomi masyarakat sekitar bisa berjalan secara komprehenshif," ujarnya.

 

Selain itu, ia juga meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertanggung jawab menjelaskan dan memastikan sejauh mana pembangunan Jurassic Park tidak merusak konservasi habibat komodo.

Prinsipnya ia berharap agar pembangunan kawasan wisata di Pulau Komodo dilakukan hati-hati dan dengan melibatkan banyak pihak. Namun jika penolakan dari masyarakat terus terjadi ia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali pembangunan kawasan wisata tersebut.

"Keberatan masyarakat harus didengar dan dijawab, dan penting pembangunan yang ada tidak mengubah habitat aslinya," ucap politikus PKB tersebut.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan pembangunan yang dilakukan di Loh Buaya, yaitu Taman Nasional Komodo bukan Jurassic Park. Akan tetapi, menyatukan sarana dan prasarana (sarpras) yang selama ini terpencar. KLHK menjamin tidak akan ada komodo yang terluka maupun menjadi korban dari pembangunan sarpras tersebut.

Pembangunan sarpras tersebut rencananya akan selesai pada Juni 2021. Pembangunan tersebut telah mendapatkan izin lingkungan hidup pada tanggal 4 September 2020 dengan memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo. Saat ini penataan tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap dan pembuatan tiang pancang.

Kegiatan pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat harus dilakukan karena tidak dimungkinakan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk eskavator dan lain lain telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement