Rabu 28 Oct 2020 11:41 WIB

Polda Metro Ringkus 12 Pelajar Penyebar Hasutan di Medsos

Para pelajar ini ditahan dan jadi tersangka untuk empat pasal

Anggota kepolisan saat akan memberikan telepon genggam kepada pelajar yang ditahan karena terlibat aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/10). Polda Metro Jaya mengamankan 561 demonstran yang didominasi oleh remaja berstatus pelajar yang diduga terlibat kerusuhan saat aksi penolakan Undang-Undang Cipta kerja. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota kepolisan saat akan memberikan telepon genggam kepada pelajar yang ditahan karena terlibat aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/10). Polda Metro Jaya mengamankan 561 demonstran yang didominasi oleh remaja berstatus pelajar yang diduga terlibat kerusuhan saat aksi penolakan Undang-Undang Cipta kerja. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya meringkus 12 pelajar yang menyebarkan hasutan melalui media sosial serta terlibat bentrokan dengan petugas dalam unjuk rasa menolak Omnibus Law pada tanggal 8 dan 13 Oktober 2020.

"Ini pelaku semuanya adalah pelajar, mereka adalah anak-anak," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana di Mako Polda Metro Jaya, Selasa.

Para pelajar yang diringkus petugas tersebut yakni DS (17) anggota grup WA Dewan Penyusah Rakyat dan melempari petugas dengan batu, kemudian AH (16), AS (15), MA (15) dan MNI (15) yang juga melempari petugas dengan batu dalam ricuh di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Kemudian FIQ (16) atas perannya membuat grup WhatsApp JAKTIM OMNIBUSLAW dan memberikan petunjuk kepada anggota grup untuk menggunakan masker dan sarung tangan. Kemudian FSR (15) yang berperan membuat membuat grup WhatsApp Demo Omnibuslaw dan AP (15) yang mengajak anggota grup WA STM Sejabodetabek membawa petasan.

Selanjutnya tersangka K (18) yang ditangkap atas perannya membuat grup WhatsApp STM Sejabodetabek dan melakukan perlawanan kepada petugas, serta MN (15) dan MAR (16) yang menjadi admin grup WhatsApp STM Sejabodetabek dan turut melakukan perlawanan kepada petugas.

Kemudian tersangka MAR (16) yang berperan sebagai pembuat grup Facebook STM SEJABODETABEK, mengunggah ujaran kebencian dan menyebarkan poster demo anarkis di grup WhatsApp STM SEJABODETABEK.

Nana mengatakan konten atau postingan oleh admin grup WhatsApp maupun akun Facebook STM se-Jabodetabek mengandung hasutan dalam demonstrasi penolakan Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja.

"Postingan ini memang berisi hasutan yang mengajak untuk melakukan demo anarkis," tambahnya.

Contoh konten tersebut antara lain "Panggilan kepada seluruh STM se-Jabodetabek untuk ke gedung Istana", kemudian "Ayo ikut membela hak kita, lawan hukum yang enggak masuk akal", "Untuk peralatan tempur terdiri dari petasan, molotov, senter, laser, kemudian ban bekas" dan "Kalau demo pakai molotov aja biar kelar".

Para pemuda tersebut ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka dan 212 KHUP tentang perlawanan kepada petugas, Pasal 218 KUHP tentang larangan berkumpul dan Pasal 170 KUHP tentang perlawanan kepada petugas dan dan 406 KUHP tentang perusakan.

"Mereka ini yang berumur di bawah 18 tahun, UU Nomor 11 tahun 2012 dimana anak-anak ini tidak boleh ditahan di bawah ancaman 7 tahun, tapi ketika melajukan perbuatan yang hukumannya 7 tahun maka bisa dilakukan penahanan," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement