Selasa 27 Oct 2020 17:02 WIB

Petinggi Uni Eropa Ramai-Ramai Kecam Erdogan

Petinggi Uni Eropa meminta Erdogan menghentikan provokasinya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Erdogan dan Macron berselisih soal konflik Libya, Mediterania Timur, hingga Karabakh. Ilustrasi.
Foto: EPA
Erdogan dan Macron berselisih soal konflik Libya, Mediterania Timur, hingga Karabakh. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Ketegangan antara Uni Eropa (UE) dan Ankara semakin meningkat setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mempertanyakan kondisi mental pemimpin dari Prancis, Emmanuel Macron. Beberapa pejabat UE mengkritik keras atas komentar yang disampaikan Erdogan.

Dalam pesan di Twitter pada Ahad (26/10), kepala kebijakan luar negeri UE, Josep Borrell, mengecam komentar Erdogan sebagai tidak dapat diterima dan mendesak Turki untuk menghentikan konfrontasi yang berbahaya. Komisi Eropa mengatakan pada Senin (27/10), bahwa pemimpin Turki harus mengubah pendekatannya jika tidak ingin menggagalkan upaya blok tersebut untuk memperbarui dialog dengan Ankara.

Baca Juga

Presiden Dewan Eropa, Charles Michel, menyalahkan Turki karena menggunakan provokasi dan tindakan sepihak di Mediterania. Sekarang, kata ia, negara itu dinilai telah melakukan penghinaan.

Juru bicara UE, Peter Stano, mengatakan mempertimbangkan pertemuan mendesak para menteri kelompok wilayah tersebut menyusul komentar terbaru Erdogan. "Kami jelas mengharapkan perubahan dalam tindakan dan deklarasi dari pihak Turki," kata Stano pada konferensi pers.

Stano mengatakan, akan ada banyak diskusi atas sikap Turki terhadap anggota UE. "Untuk melihat apakah kami akan terus menunggu atau mengambil tindakan lebih awal," ujarnya.

Kritik dari EU muncul ketika Erdogan mengatakan pada Sabtu (24/10) bahwa Macron perlu memeriksa kepalanya. Dia membuat komentar tersebut selama kongres partai.

Tanggapan atas pernyataan tersebut menyoroti pernyataan Macron bulan ini tentang masalah yang dibuat oleh Muslim radikal di Prancis. Pemimpin Prancis itu menyebut terjadi separatisme Islamis.

Erdogan selanjutnya mengatakan Macron telah tersesat dan meminta negara-negara Muslim untuk datang membantu umat Islam di Prancis. Dalam pidatonya di sebuah upacara yang menandai peringatan kelahiran Nabi Muhammad pada Senin, pemimpin Turki itu menuduh para pemimpin Eropa melakukan kebijakan anti-Islam.

"Anda adalah fasis dalam arti sebenarnya dari dunia. Anda benar-benar merupakan penghubung dalam rantai Nazi," kata Erdogan mengacu pada para pemimpin Eropa.

Perselisihan itu terjadi ketika ketegangan antara Prancis dan Turki meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Kedua negara berbeda pendapat dalam masalah pertempuran di Suriah, Libya, dan Nagorno-Karabakh. Selain mendapatkan serangan dari UE, Turki pun menghadapi komentar pedas dari beberapa pemimpin negara anggota UE.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengatakan negaranya mendukung Prancis untuk kebebasan berbicara dan melawan ekstremisme dan radikalisme. Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, menekankan solidaritas Jerman dengan Prancis dalam perang melawan ekstremis Islam.

Dia menggambarkan penghinaan Erdogan terhadap Macron sebagai titik terendah baru. Sedangkan Presiden Yunani, Katerina Sakellaropoulou, mengatakan retorika Erdogan memicu fanatisme agama dan intoleransi atas nama benturan peradaban.

Presiden Siprus, Nicos Anastasiades, mengatakan pernyataan Erdogan menggunakan frasa dan karakterisasi yang tidak dapat diterima dalam praktik dan diplomasi internasional. "Serangan terhadap Presiden Prancis oleh seorang pemimpin negara kandidat untuk aksesi ke UE adalah penghinaan vulgar terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip Eropa," katanya.

Meningkatnya ketegangan tidak membantu negosiasi Turki untuk bergabung dengan UE yang dimulai pada 2005. Turki adalah mitra dagang terbesar kelima UE dan blok tersebut bergantung pada Ankara untuk menghentikan imigran memasuki wilayah blok tersebut melalui perbatasannya dengan Yunani dan Bulgaria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement