Rabu 28 Oct 2020 05:37 WIB

Fakta-Fakta Soal Temuan Air di Bulan

Jumlah air di bulan lebih banyak dibandingkan perkiraan ilmuwan sebelumnya.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilmuwan menemukan bukti air di bulan.
Foto: nasa
Ilmuwan menemukan bukti air di bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para ilmuwan telah mengidentifikasi air di permukaan bulan yang diterangi matahari. Mereka juga menemukan air lebih umum di bulan daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Ilmuwan menemukan kantong-kantong es bersembunyi di daerah bayangan kegelapan abadi. Para ilmuwan telah mendapatkan tanda-tanda air di bulan sejak 2009. Pada 2018 mereka mengonfirmasi keberadaan air es di permukaan bulan.

Baca Juga

Sekarang, dua studi baru telah mendeteksi air di salah satu formasi kawah terbesar di permukaan bulan yang diterangi matahari. Mereka juga menemukan permukaan bulan mungkin menyimpan banyak petak es rahasia di perangkap dingin, wilayah tempat berbayang permanen di bulan.

"Jika anda dapat membayangkan berdiri di permukaan bulan di dekat salah satu kutubnya, anda akan melihat bayangan di mana-mana. Banyak dari bayangan kecil itu mungkin penuh dengan es," kata Penulis Penelitian, Paul Hayne dalam sebuah pernyataan, dilansir Space, Selasa (27/10).

Menemukan air di bulan

Dalam sebuah studi, para peneliti yang dipimpin oleh Postdoctoral NASA di NASA Goddard Space Flight Center di Maryland, Casey Honniball mempelajari air di bulan menggunakan data dari teleskop udara SOFIA (the Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy) milik NASA. Dengan pengamatan ini, para ilmuwan mendeteksi air di permukaan bulan yang diterangi matahari.

Sebelumnya, identifikasi air di bulan didasarkan pada tanda spektral, kode batang berbeda yang digunakan para ilmuwan untuk mengidentifikasi bahan. Tetapi data itu tidak membedakan antara air dan hidroksil (molekul OH) yang terikat pada mineral di permukaan bulan. Pada pengamatan lalu, telah menemukan tanda kimiawi yang dapat menunjukkan air atau hidroksil.

Namun, melalui pengamatan baru, para peneliti dapat menemukan tanda kimia unik air dan menemukan air di dekat Kawah Clavius, salah satu formasi kawah terbesar di bulan. Juga ada di bagian lintang rendah di Mare Serenitatis.

Air tersebut ada sekitar 100 hingga 400 bagian per juta. Mereka berpendapat air ini kemungkinan terimpit di antara butiran di permukaan bulan yang melindunginya dari lingkungan.

Menjebak air bulan

Dalam studi lain yang dipimpin oleh Hayne, para peneliti menggunakan data dari pesawat luar angkasa Lunar Reconnaissance Orbiter NASA di orbit sekitar bulan guna mempelajari distribusi perangkap dingin.

Para ilmuwan menemukan berbagai macam perangkap dingin, termasuk perangkap dingin mikro dengan diameter sekecil 0,4 inci atau 1 sentimeter. Mereka juga menemukan bukti, mungkin ada ratusan atau bahkan ribuan kali lebih banyak perangkap dingin mikro yang lebih kecil dan menemukan bayangan permanen ini di kedua kutub.

Faktanya, tim Hayne mendapatkan permukaan bulan seluas 15.000 mil persegi atau 40.000 kilometer persegi berpotensi menahan air. Itu lebih dari dua kali lipat area yang sebelumnya diperuntukkan para ilmuwan untuk air es di bulan.

Sifat menarik dari perangkap dingin adalah mereka bukan hanya area yang dingin dan teduh, melainkan mereka sangat dingin. Air atau es akan terperangkap di sana dalam waktu yang lama.

"Suhu di perangkap dingin sangat rendah sehingga es akan bertingkah seperti batu. Jika air masuk ke sana, air tidak akan kemanapun selama satu miliar tahun," kata Hayne dalam pernyataan.

Sementara Hayne dan timnya menyatakan mereka perlu benar-benar menemukan es ini dengan penjelajah atau misi awak untuk sepenuhnya memverifikasi keberadaannya. Temuan ini dapat membuktikan monumental dalam rencana umat manusia untuk tidak hanya mengembalikan astronot ke bulan, tetapi juga untuk membuat perkemahan manusia jangka panjang di permukaan bulan sebagai tempat pembuktian dan titik lompatan ke Mars.

"Jika kita benar, air akan lebih mudah diakses untuk diminum, juga untuk bahan bakar roket, semua kebutuhan air NASA," ujar Hayne.

Karya Honniball dan Hayne diterbitkan pada 26 Oktober 2020 di Jurnal Nature Astronomy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement