Selasa 27 Oct 2020 14:25 WIB

Selain Isu Islam, Ini Topik Perang Urat Erdogan dan Macron

Erdogan dan Macron berselisih soal konflik Libya, Mediterania Timur, hingga Karabakh

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Christiyaningsih
Erdogan dan Macron berselisih soal konflik Libya, Mediterania Timur, hingga Karabakh. Ilustrasi.
Foto: EPA
Erdogan dan Macron berselisih soal konflik Libya, Mediterania Timur, hingga Karabakh. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hubungan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron semakin meruncing. Selain berselisih tentang komentar sentimen Macron tentang Islam, kedua pemimpin itu juga berselisih isu lain. Dilansir Aljazirah, berikut sederet isu yang memanaskan hubungan kedua pemimpin tersebut.

Konflik Armenia-Azerbaijan

Baca Juga

Macron telah mempermasalahkan dukungan Erdogan terhadap kubu saingannya. Pada akhir September dia menyebut pemimpin Turki sembrono dan berbahaya terhadap pasukan Azeri dalam upayanya merebut kembali wilayah yang memisahkan diri dan diduduki Armenia di Nagorno-Karabakh.

“Prancis tetap sangat prihatin tentang komentar Turki yang suka perang. Pada dasarnya ini menghilangkan hambatan apa pun dari Azerbaijan dalam apa yang akan menjadi penaklukan kembali Karabakh utara. Itu tidak akan kami terima, ”kata Macron.

Beberapa hari kemudian, Macron menuduh Turki telah mengirim milisi Suriah untuk mendukung pasukan Azeri. Sebelumnya ini menggemakan tuduhan serupa yang dibuat pada Januari di Ankara atas penempatan tentara bayaran Suriah ke Libya.

Mediterania Timur

Pada September, Erdogan memperingatkan Macron untuk tidak mengacaukan negaranya selama ketegangan antara Yunani dan Siprus di satu sisi dan Turki di sisi lain. “Jangan main-main dengan orang Turki. Jangan main-main dengan Turki,” kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi yang menandai peringatan 40 tahun kudeta 1980, dilansir Aljazirah, Selasa (27/10).

Ankara dan Athena telah terjerat dalam perselisihan atas sumber daya hidrokarbon di Mediterania Timur yang menarik kekuatan Eropa, termasuk Prancis. Beberapa hari sebelumnya, Macron mengatakan orang Eropa harus mengambil sikap yang jelas dan tegas bukan melawan Turki sebagai bangsa. Melainkan melawan Turki sebagai pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan yang telah mengambil tindakan yang tidak dapat diterima.

Libya

Pada Juni, Macron mengecam Erdogan atas apa yang dia gambarkan sebagai Permainan Berbahaya Ankara di Libya. Turki dan Prancis mendukung pihak yang berlawanan dalam perang saudara yang telah berlangsung lama di Libya.

"Saya telah memiliki kesempatan untuk mengatakan dengan sangat jelas kepada Presiden Erdogan. Saya menganggap Turki memainkan permainan berbahaya di Libya hari ini dan bertentangan dengan semua komitmen yang dibuat pada konferensi Berlin," kata Macron.

Pernyataan tersebut merujuk pada pertemuan puncak perdamaian di mana Turki dan beberapa pihak lain berjanji untuk berhenti mempersenjatai pihak Libya yang bertikai. "Kami tidak akan menolerir peran yang dimainkan Turki di Libya,” ujar Macron.

Prancis telah dituduh mendukung komandan militer pemberontak yang berbasis di timur, Khalifa Haftar, pada April 2019 dengan melancarkan serangan untuk merebut kendali ibu kota dari Pemerintah Kesepakatan Nasional yang diakui secara internasional. Aksi itu menyebabkan pembunuhan lebih dari 1.000 orang.

Menurut Pierre Razoux dari Mediterranean Foundation of Strategic Studies, strategi Erdogan ditujukan untuk mendorong Prancis ke langkah yang salah. Langkah itu juga mengalihkan perhatian dari masalahnya sendiri di dalam dan luar negeri.

"Erdogan mencoba mengisolasi Prancis dan memecah belah Eropa, jadi dia menembaki semua silinder," kata Razoux.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement