Selasa 27 Oct 2020 13:05 WIB

Membangun Wisata Komodo, Menghancurkan Identitas Komodo

KLHK sebut wisata komodo di Loh Buaya hanya 2,5 persen total lahan Pulau Rinca.

Teluk Loh Buaya dilihat dari puncak Pulau Rinca di Pulau Komodo. Pemerintah melakukan penataan sarana dan prasarana penunjuang wisata di Loh Buaya sebagai bagian dari wisata premium Labuan Bajo.
Foto: Nasihin Masha/Republika
Teluk Loh Buaya dilihat dari puncak Pulau Rinca di Pulau Komodo. Pemerintah melakukan penataan sarana dan prasarana penunjuang wisata di Loh Buaya sebagai bagian dari wisata premium Labuan Bajo.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Antara

Pembangunan kawasan wisata premium di daerah konservasi komodo di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus menuai polemik. Greenpeace menolak pembangunan di Loh Buaya karena Indonesia dianggap tidak memiliki pengalaman membangunan wisata dengan mempertahankan konservasi alami hewan di daerah tersebut.

Baca Juga

Team Leader Juru Kampanye Hutan dari Greenpeace Arie Rompas meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus segera hentikan pembangunan wisata premium atau Jurassic Park di daerah konservasi komodo Pulau Rinca. Sebab, pembangunan tersebut bisa membuat habitat komodo punah.

"Habitat komodo kan terus menurun apalagi ada pembangunan infrastruktur di dalamnya mereka bahkan bisa mati perlahan lalu punah. Bayangkan mereka bangun jalan di situ sedangkan komodo habitatnya ada di lubang-lubang. Mereka bisa terhimpit dengan bahan-bahan bangunan. Harusnya dilestarikan tapi malah dihilangkan," katanya.

Kemudian, ia melanjutkan sudah banyak hewan di Indonesia yang dipunahkan seperti harimau sumatra, orang utan kalimantan dan sebagainya. Mereka punah karena ada perkebunan sawit. Seharusnya hal tersebut menjadi pembelajaran, tetapi tidak bagi KLHK karena satu-satunya hewan langka yang tersisa yaitu komodo ingin dipunahkan.

Selain itu, kata dia, pembangunan wisata premium itu membuat hilangnya kearifan lokal. Di sekitar Pulau Komodo terdapat masyarakat yang sudah lama berdampingan dengan komodo. Mereka biasa menjaga komodo tersebut tetap hidup sesuai habitatnya.

Pembangunan wisata premium tersebut juga menghancurkan identitas komodo. Di dalam Undang-Undang Dasar Konservasi, komodo itu harus dilestarikan dan dilindungi. KLHK harusnya menghentikan hal ini. KLHK kan mempunyai kewenangan untuk konservasi bukan menghancurkan habitat aslinya.

"Itu kan wilayah konservasi. KLHK harusnya membatasi para pengusaha yang investasi menjadi tempat wisata di pulau komodo tersebut. Tapi nyatanya malah melonggarkan dan mendapatkan keuntungan dari korporasi besar. Komodo itu hewan langka tapi disia-siakan sama KLHK," kata dia.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno mengatakan aktivitas penataan sarana dan prasarana wisata di Pulau Rinca dinilai tidak membahayakan populasi biawak komodo di areal Lembah Loh Buaya seluas 500 hektare atau sekitar 2,5 persen dari luas Pulau Rinca yang mencapai 20.000 hektare.

"Berdasarkan pengamatan, jumlah biawak komodo yang sering berkeliaran di sekitar area penataan sarpras di Loh Buaya diperkirakan kurang lebih 15 ekor. Untuk menjamin keselamatan dan perlindungan terhadap biawak komodo termasuk para pekerja, seluruh aktivitas penataan sarpras diawasi oleh 5 sampai 10 ranger setiap hari," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (27/10).

Kemudian, ia melanjutkan kalau pihaknya secara intensif melakukan pemeriksaan keberadaan biawak komodo termasuk di kolong-kolong bangunan, bekas bangunan dan di kolong truk pengangkut material. Kegiatan penataan sarana dan prasarana dilakukan di dermaga loh buaya, pengaman pantai, evelated deck, pusat informasi, pondok ranger/peneliti/pemandu berada pada wilayah administrasi Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Ia menambahkan pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat harus dilakukan karena tidak dimungkinkan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk, ekskavator dan lain-lain telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Jumlah populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya relatif stabil bahkan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Total jumlah biawak komodo pada 2018 sebanyak 2.897 individu dan pada tahun 2019 bertambah menjadi 3.022 individu atau bertambah 125 individu. Konsentrasi populasinya berada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Hanya sebanyak 7 individu di Pulau Padar, 69 individu di Gili Motang, dan 91 individu di Nusa Kode.

"Populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya adalah 5 persen dari populasi di Pulau Rinca atau sekitar 66 ekor. Bahkan populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya selama 17 tahun terakhir relatif stabil dengan kecenderungan sedikit meningkat di 5 tahun terakhir,” kata dia.

Ia menjelaskan biawak komodo (Varanus komodoensis) merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang paling dikenal oleh masyarakat dunia. Populasi biawak komodo di kawasan TNK berada di lima pulau utama, yaitu di Pulau Komodo, Rinca, Padar, Nusa Kode (Gili Dasami) dan Gili Motang. Sementara di Pulau Flores tercatat biawak komodo dapat ditemukan di empat kawasan konservasi, yaitu Cagar Alam Wae Wuul, Wolo Tado, Riung, dan di Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau, tepatnya di Pulau Ontoloe.

"Satwa biawak komodo dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor. 106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018," kata dia.

Dalam rangka mendukung kerja penataan sarpras wisata alam, yang nantinya akan menjadi lebih baik bagi pengunjung di Resort Loh Buaya maka Balai TNK KLHK menutup sementara Resort Loh Buaya TNK terhitung sejak tanggal 26 Oktober 2020 hingga 30 Juni 2021. "Hal ini akan dievaluasi setiap dua minggu sekali. Proses pembangunan akan diinformasikan oleh petugas. Tempat atau lokasi destinasi lain seperti Padar, Loh Liang (Pulau Komodo), Pink Beach dan Spot Dive (Karang Makasar, Batubolang, Siaba, Mawan) masih tetap dibuka," kata dia.

Awal Oktober ini, Presiden Joko Widodo terbang ke Labuan Bajo sebagai bagian dari pencanangan kawasan wisata premium di Indonesia. Di sana Presiden mengatakan, penataan kawasan wisata di Labuan Bajo, Komodo, Manggarai Baray disesuaikan dengan keadaan alam di sana.

Presiden mengatakan penataan dilakukan dua tahap. Tahap pertama diharapkan selesai pada akhir 2020 dan tahap kedua dapat diselesaikan pada tahun 2021. Sejumlah penataan kawasan wisata di NTT yang dijabarkan Presiden antara lain di Gua Batu Cermin, Kawasan Puncak Waringin, kawasan Kampung Ujung hingga Marina, pemindahan pelabuhan ke wilayah Wae Kelambu, serta penataan di Pulau Rinca yang merupakan habitat komodo.

Penataan dilakukan karena Presiden ingin wisatawan yang datang ke Labuan Bajo dapat tinggal lebih lama. Presiden menegaskan akan mengejar wisatawan juga untuk mengeluarkan uang lebih banyak saat liburan di Labuan Bajo.

"Kawasan wisata premium artinya kita harapkan ada diferensiasi dengan tempat-tempat (wisata) yang lain, kita harapkan di sini belanjanya lebih besar, 'stay-nya', tinggalnya lebih lama, kita harapkan itu," kata Presiden, beberapa waktu lalu. "Artinya bukan jumlah turisnya, tapi 'spending' belanjanya yang lebih banyak. Kira-kira itu," tambah Presiden.

Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, sebagai kabupaten yang menaungi Labuan Bajo mencatat jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo selama 2019 meningkat jika dibandingkan pada 2018. Pada 2018, jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo mencapai 163.807 orang, sedangkan pada 2019 meningkat menjadi 184.206 wisatawan

Hasilnya pada 2018 Penerimaan Asli Daerah Manggarai Barat dari sektor pariwisata khusus untuk biaya retribusi mencapai Rp 34 miliar. Pada 2019 mengalami kenaikan sekitar 100 persen atau Rp 60 miliar

Dari data yang dimiliki oleh Dinas Pariwisata Labuan Bajo, meningkatnya kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo itu akibat daya tarik dari komodo yang berada di Pulau Komodo dan menjadi ikon pariwisata NTT. Wisatawan yang berwisata ke Labuan Bajo khusus untuk mancanegara lebih banyak berasal dari Jerman, Inggris, Spanyol, Australia dan beberapa negara di Eropa lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement