Selasa 27 Oct 2020 08:42 WIB

Kesan Aneh Raffles Melihat Pakaian dan Jenggot Kaum Padri

Raffles memberi kesan pakaian dan jenggot Kaum Padri saat berkunjung ke Minangkabau.

Kesan Aneh Raffles Melihat Pakaian Kaum Padri di Minangkabau. Foto: Potret Tuanku Imam Bonjol, salah satu tokoh Kaum Padri (ilustrasi).
Foto: journals.cambridge.org
Kesan Aneh Raffles Melihat Pakaian Kaum Padri di Minangkabau. Foto: Potret Tuanku Imam Bonjol, salah satu tokoh Kaum Padri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sir Thomas Stamford Raffles (1781-1826), pernah mengunjungi sejumlah daerah di Tanah Minangkabau (Sumatra Barat saat ini). Dia mengelilingi Tanah Minang pada pertengahan 1818 dan pernah bertemu dengan Kaum Padri.

Dalam catatan Raffles yang dimasukkan ke dalam buku Sumatera Tempo Doeloe dari Marco Sampai Tan Malaka yang disusun oleh Anthony Reid, disebutkan, Rafles berlayar dari Bengkulu ke Padang bersama istrinya serta sejumlah stafnya pada awal Juli 1818. Begitu sampai di Padang, Raffles langsung bertemu dengan 200 kuli angkut yang bersedia ikut dlaam rombongan.

Baca Juga

Mereka berangkat dari Padang ke daerah Minangkabau pedalaman dengan berjalan kaki dengan rombongan besar. Termasuk, di dalamnya terdapat 50 tentara Inggris.

Salah satu catatan Raffles adalah saat dia tiba di dataran Kubuang Tigo Baleh di Solok. Saat memasuki sebuah nagari (desa), Raffles dan rombongannya terkejut melihat pakaian penduduknya yang sangat berbeda dengan pakaian khas Melayu.

Mereka berpakaian sesuai adat kaum agama atau Kaum Padri. Yaitu, pakaian berwarna putih atau biru, mengenakan sorban, dan membiarkan jenggot mereka tumbuh sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Tuanku Pasaman, seorang pembaharu Islam dari kalangan Padri (Tuanku Pasaman juga memimpin Kaum Padri menyerang Pagaruyyung pada 1815).

Dalam pandangannya, Raffles memberikan kesan terhadap penampilan orang-orang Padri itu. Menurut Raffles, karena orang-orang itu tidak terbiasa mengenakan sorban dan pada dasarnya tidak berjenggot lebat, orang-orang itu kelihatan aneh dalam balutan pakaian baru mereka.

"Para perempuan yang juga mengenakan pakaian putih atau biru pun tidak tampak menarik," tulis Raffles.

Menurut Raffles, kebanyakan dari perempuan itu menutupi kepala dengan semacam tudung, sementara celah yang ada hanya cukup untuk memperlihatkan mata dan hidung. "Tetapi kami memperhatikan beberapa adat berpakaian yang mungkin tidak berkaitan dengan pembaharuan sekarang ini," tulis Raffles.

Selain pakaian Kaum Padri, Raffles juga memperhatikan orang-orang adat yang tidak meniru pakaian Kaum Padri. Raffles menulis, para perempuan dewasa masih membelah tengah rambut mereka dan menyisir rambutnya ke samping, sementara anak-anak perempuan maupun perempuan muda mengepang rambutnya ke belakang mengikuti gaya rambut orang China.

Raffles menulis, para perempuan itu memiliki lubang telinga yang sangat besar agar bisa mengenakan anting raksasa. Anting tersebut biasanya memiliki diameter sekitar dua inci (kurang lebih 6 cm) dan diberi hiasan yang berbeda-beda. Ada anting kayu yang dihias perak, ada pula anting tembaga, dan sebagainya.

Untuk diketahui, Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Minangkabau dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari 1803 hingga 1838. Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement