Selasa 27 Oct 2020 05:34 WIB

Mengingat Flu Spanyol, Pandemi Melanda Dunia 102 Tahun Lalu

Dengan kamatian 50 juta jiwa, flu Spanyol disebut wabah penyakit terburuk abad 20.

Ilustrasi flu .
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi flu .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum virus corona tipe baru menyebar melintasi batas negara, dunia telah mengalami sejarah panjang pandemi. Salah satunya adalah wabah flu Spanyol.

Menurut sejarawan Universitas Indonesia Tri Wahyuning M Irsyam, kondisi pandemi COVID-19 yang sedang melanda dunia saat ini, mirip dengan pandemi flu Spanyol pada 1918-1919.

Baca Juga

Penyakit itu juga mewabah di Indonesia, yang pada masa itu disebut Hindia Belanda. Pemerintah kolonial rutin berkeliling menggunakan mobil untuk menyosialisasikan betapa mematikannya virus flu tersebut. Warga diimbau untuk berada di rumah dan menjaga kebersihan.

Tri mengatakan bahwa pada saat itu terdapat perbedaan sudut pandang antara pemerintah kolonial dengan masyarakat Hindia Belanda dalam menanggapi flu Spanyol.

“Masyarakat memandang penyakit tersebut bersumber dari alam seperti debu, angin, dan lain-lain. Sementara pemerintah kolonial melihat sumber penularan berasal dari luar, yaitu dari orang-orang pendatang yang menjadi pembawa virus,” ujarnya.

Tri menjelaskan pada masa awal flu Spanyol menyebar, hampir tidak ada pemerintah maupun negara di dunia yang siap meresponsnya. Ketidaksiapan itu terlihat dari penanganan yang lamban.

Ketika penyakit itu mulai mewabah, beberapa orang mulai memperlihatkan gejala-gejala tertentu, para petinggi sejumlah negara seolah-olah abai dengan fenomena yang terjadi di masyarakat. Begitu pula dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Ketika sudah ada laporan dari daerah melalui telegram yang menyatakan sudah ada banyak korban (Bali dan Banyuwangi), laporan itu tertahan selama berbulan-bulan di lembaga yang secara administratif setara dengan sekretariat negara.

“Karena tidak mendapat tanggapan, pemerintah kolonial di daerah akhirnya menjadi panik dan menyerahkan kepada masyarakat agar bertindak sendiri,” kata Tri.

Ia menambahkan bahwa masyarakat Hindia Belanda lebih mengandalkan obat-obatan tradisional seperti jamu untuk memulihkan diri.

Flu Spanyol menginfeksi sekitar 500 juta orang atau sepertiga populasi dunia saat itu. Perkiraan kematian mencapai 50 juta kematian jiwa. Flu Spanyol disebut wabah penyakit terburuk pada abad 20.

Berasal dari unggas

Flu Spanyol disebabkan oleh virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas. Meskipun tidak ada konsensus universal tentang dari mana virus berasal, virus tersebut menyebar ke seluruh dunia selama 1918-1919.

Di AS, virus ini pertama kali diidentifikasi pada personel militer pada musim semi 1918. Virus kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui jalur-jalur pelayaran dan perdagangan di sepanjang Amerika Utara, Eropa, Asia, Afrika, Brazil, hingga pulau paling terpencil di Pasifik.

Meskipun virus H1N1 dari tahun 1918 telah disintesis dan dievaluasi, sifat-sifat yang membuatnya begitu merusak tidak dipahami dengan baik.

Tidak ada vaksin untuk melindungi orang dari infeksi influenza. Tidak juga antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri sekunder yang dapat dikaitkan dengan infeksi influenza.

Upaya pengendalian di seluruh dunia terbatas pada intervensi nonfarmasi seperti isolasi, karantina, kebersihan diri yang baik, penggunaan disinfektan, dan pembatasan pertemuan publik yang diterapkan secara tidak merata.

Sebagian besar orang yang terinfeksi flu Spanyol meninggal dengan cepat setelah timbul gejala. Sering kali dengan pendarahan akut pada paru-para atau edema paru, dalam waktu kurang dari lima hari.

Berdasarkan catatan Pusat Nasional untuk Informasi Bioteknologi, Perpustakaan Nasional Kedokteran AS, ratusan autopsi yang dilakukan pada 1918 menunjukkan bahwa kematian orang-orang disebabkan oleh pneumonia dan kegagalan pernapasan.

Temuan ini konsisten dengan infeksi oleh virus influenza yang beradaptasi dengan baik dan mampu bereplikasi dengan cepat ke seluruh saluran pernapasan.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mencatat tingginya tingkat kematian terjadi pada kalangan orang yang berusia kurang dari 5 tahun, 20-40 tahun, serta pada usia di atas 65 tahun.

Angka kematian yang tinggi pada orang sehat, termasuk kelompok usia 20-40 tahun, merupakan ciri unik pandemi ini. Angka kematian pada usia 15 sampai 34 tahun karena influenza dan pneumonia adalah 20 kali lebih tinggi pada 1918 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya

Universitas Stanford mencatat, pandemi influenza ini menyebabkan penurunan drastis harapan hidup secara global. Di AS, pengaruhnya begitu parah sehingga rata-rata harapan hidup tertekan selama 10 tahun.

Flu Spanyol mewabah pada akhir Perang Dunia I, ketika bangsa-bangsa telah berusaha mengatasi dampak dan biaya perang.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement