Jumat 23 Oct 2020 20:17 WIB

Politikus Prancis: Perangi Teroris, Bukan Muslim

Anggota parlemen Prancis menyebut ada perbedaan antara teroris dan Islam

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Elba Damhuri
Seorang pengendara sepeda melewati balai kota Marseille dengan lampu Tricolor Prancis untuk menghormati guru Samuel Paty yang terbunuh, Rabu, 21 Oktober 2020. Guru sejarah Prancis Samuel Paty dipenggal di Conflans-Sainte-Honorine, barat laut Paris, selama 18 tahun -pengungsi Chechnya kelahiran Moskow, yang kemudian ditembak mati oleh polisi.
Foto: AP/Daniel Cole
Seorang pengendara sepeda melewati balai kota Marseille dengan lampu Tricolor Prancis untuk menghormati guru Samuel Paty yang terbunuh, Rabu, 21 Oktober 2020. Guru sejarah Prancis Samuel Paty dipenggal di Conflans-Sainte-Honorine, barat laut Paris, selama 18 tahun -pengungsi Chechnya kelahiran Moskow, yang kemudian ditembak mati oleh polisi.

IHRAM.CO.ID, PARIS -- Anggota Parlemen Prancis Adrien Quatennens memperingatkan bahaya dari iklim kecurigaan umum terhadap Muslim di negara itu setelah pembunuhan guru bernama Samuel Paty oleh seorang ekstremis Jumat lalu di pinggiran kota Paris. Anggota parlemen dari Partai LFI yang berasal dari Departemen Nord ini muncul di televisi Franceinfo, Selasa pagi. Dalam tayangan itu, ia menyerukan persatuan dalam perang melawan terorisme.

Dia mengatakan percaya bahwa teroris memiliki tujuan memecah belah masyarakat Prancis, dan mereka bertujuan membuat perpecahan antara Muslim dan penduduk lainnya. Pada saat yang sama, Quatennens menyadari bahayanya membuat kesimpulan secara umum tentang masalah ini.

"Oleh karena itu, perpecahan ini harus ditolak. Kita harus memerangi terorisme, tetapi tidak memiliki logika kecurigaan umum. Ketika serangan seperti yang terjadi di Conflans dilakukan, jutaan warga negara kita menderita karena barbarisme ini dilakukan atas nama tuhan mereka," kata Quatennens, dilansir di Anadolu Agency, Rabu (21/10).

Samuel Paty, seorang ayah berusia 47 tahun yang mengajar sejarah dan geografi di Bois-d'Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine di Yvelines di utara ibu kota Paris, dibunuh dengan cara dipenggal pada Jumat oleh remaja bernama Abdoullakh Anzorov. Tersangka berusia 18 tahun itu berasal dari Chechnya dan telah ditembak mati oleh polisi.

Dalam salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi, Paty menunjukkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad. Para pemimpin Muslim di seluruh Prancis mengutuk pembunuhan itu.

Mereka menekankan ekstremis menyalahgunakan agama untuk tujuan mereka, dan tindakan mereka tidak dapat dibenarkan melalui Islam. Para pemimpin komunitas juga menyatakan keprihatinan mereka serangan baru-baru ini akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan meningkatkan pandangan islamofobia.

Pembunuhan itu telah mendorong meningkatnya tindakan keras polisi. Menteri Dalam Negeri Gerard Darmanin pada Ahad dan Senin meluncurkan 34 operasi polisi, 80 penyelidikan, dan menahan puluhan orang.

Para pengkritik mengatakan, pemerintah di bawah Presiden Prancis Emmanuel Macron mungkin mengeksploitasi pembunuhan ini untuk mengintensifkan kampanye anti-Muslim yang kontroversial. Sementara itu, penghormatan nasional untuk Samuel Paty akan berlangsung pada Rabu (21/10), di Sorbonne di Arondisemen Kelima Paris. 

 

 

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement