Jumat 23 Oct 2020 15:55 WIB

Santri di Pesantren Perlu Diajak Semakin Peduli Pakai Masker

Pesantren dan Santri peru gelorakan semangat jihad pakai masker

Petugas kesehatan melakukan tes usap (swab test) kepada santri di sebuah pondok peantren.
Foto: AANTARA/Anis Efizudin
Petugas kesehatan melakukan tes usap (swab test) kepada santri di sebuah pondok peantren.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang santri yang kini menjadi Wakil Ketua Komisi I DPD RI, DR Abdul Kholik mengatakan berdasarkan pengamatannya di beberapa pesantren yang ada di wilayah Banyumas dan Cilacap memang masih terlihat santri dan pesantren belum terlalu optimal dalam mentaati protokol kesehatan pencegahan COvid-19. Masih banyak warga yang abai dan menganggap pandemi Corona tidak ada dan mereka yakin tak akan terpapar virus tersebut.

''Kenyataan itu saya lihat dan cermati itu setelah keliling beberapa pesantren di dekat tempat tinggal saya di Cilacap bagian barat. Bahkan di masjid kampung kami sendiri hanya saya dan beberapa teman yang peduli pakai masker misalnya. Maka saat itu kerap jadi risih, ingin menegur karena mereka kerabat dan tetangga saya, Jadinya serba tak enak. Kami pakai masker sendiri malah terkesan aneh,'' kataAbdul Kholik, yang baru saja balik ke Jakarta setelah pulang kampung yang ada di Cilacap dalam kurun waktu beberapa pekan, Jumat (23/10),

Sedangkan kalau untuk kalangan santri di pesantren di sana juga ditemukan banyak kendala untuk melaksanakan pemakaian protokol kesehatan.''Kalau pakai masker misalnya masih sebatas kalau ada keperluan saja, belum menjadi kebutuhan. Sedangkan untuk cuci tangan seperti tidak jadi masalah. Dalam soal ini mereka mulai peduli walau belum opttimal."

''Saya lihat yang paling sudah diterapkan adalah soal jaga jarak. Ini jelas persoalan serius karena jumlah santri dan ketersediaan asrama di pesantren kerap tak seimbang. Santri setiap saat dapat bertambah dan terus bertambah, sedangkan daya tampung pesantren itu terbatas. Jadi menjaga jarak menjadi hal yang susah dilakukan karena ruangan yang terlalu kecil. Jumlah santri dan luas pesantren kadang tidak imbang,'' tegasnya.

 

Dan soal tersebut, lanjut Kholik juga berasal dari salah satu keunggulan pesantren yang terbaisa fleskibel menerima santri. Mereka bisa datang kapan saja dengan menemui pengasuh pondok atau kiai untuk memulai belajar. Ini bisa dilakukan di awal tahun, di tengah tahun, di akhir tahun atau kapan saja. Dan kiai selalu akan menerima kedatangan mereka dengan tangan terbuka.

''Jadi ini ciri keunggulan dan sekaligus juga bisa jadi kekurangan pendidikan di pesantren. Waktu memulai belajar dan mengakhirinya bisa kapan saja sebab tak ada kurikulum yang ketat waktunya. Nah, di masa pandemi Coid-19 ini soal tersebut harus dipikirkan. Pemerintah pun harus memikirkannya, terutama ini ada di kalangan pesantren salaf," tegasnya.

Meski begiitu, kata Kholik, tak semua pesantren belum optimal menerapkan prosuder atau tata kesehatan Covid-19. Sebab, ada juga pesanten yang sangat peduli dan menjalankan protokol kesehatan dengan sangat ketat.''Saya tahu itu di sebuah pesantren di Kebumen. Di sana santri dan pengelelo pesantren sangat berhati-hati dan tegas menjalankan semua protokol pencegahan Covid. Pesantren itu patut dicontoh,'' ujarnya lagi.

Menyinggung apa yang harus dilakukan pihak pemerintah untuk mengatasi kendala para santri, Kholik menegaskan tampaknya bantuan makanan agar asupan makan santri menjadi semakin bergizi dan mencukupi menjadi hal yang penting. Selain itu berikan penyuluhan masif secara langsung ke pesantren sembari membawa bantuan alat-alat kesehatan, seperti masker, carian pembersih, alkohol, kaca penutup muka, dan lainnya.

"Dan saya kini berpikir kayaknya para santri agar imunnya meningkat perlu dikasih suplemen atau tambahan vitamin. Soal ini tampaknya sangat mereka butuhkan saat ini sembari makin menggelorakan semangat 'jihad' untuk mengenakan masker dan mentaati protokol kesehatan COvid-19. Ini menjadi kebutuhan terutama pada pesantren yang berada di kawasan pelosok yang jumlah santrinya cukup banyak, Jangan sampai santri dan pesantren jadi media penyebaran Covid. Sebab, saya sangat sedih ketika tahu ada sebuah pesantren di dekat saya yang menjadi klaster baru Covid-19,'' ungkap Abdul Kholik.

Selain itu, Kholik sangat sepakat bila saat ini para santri menggelorakan semangat jihad memakai masker dan mentaati protokol kesehatan Covid-19 tersebut. Sikap ini bernilai positif sebagai implementasi para santri atas ajaran Islam secara konstektual.

‘’Dulu santri berjihad ketika ada perang melawan Belanda pada awal Kemerdekaan. Kini para santri berjihad ketika ada pandemi Covid-19. Mari kita hapus kesan bahwa jihad itu identik dengan perang atau kekerasan, menjadi jihad dalam arti menyelamatkan diri sendiri, keluarga, orang lain, bangsa dan negara. Ayo sekarang para santri gelorakan semangat jihad itu,’’ tandas Abdul Kholik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement