Kamis 22 Oct 2020 17:37 WIB

Taiwan tak Mau Terlibat Lomba Senjata dengan China

AS menyetujui penjualan senjata bernilai tinggi kepada Taiwan

Red: Nur Aini
Bendera Taiwan
Foto: cnreviews.com
Bendera Taiwan

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Taiwan tidak berniat terlibat dalam perlombaan senjata dengan China tetapi membutuhkan kemampuan tempur yang kredibel. Hal itu dikatakan Menteri Pertahanan Yen De-fa pada Kamis (22/10).

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Amerika Serikat menyetujui potensi penjualan senjata senilai 1,8 miliar dolar AS (sekitar Rp 26,4 triliun) kepada pulau yang diklaim China itu. Beijing telah meningkatkan tekanan terhadap Taiwan, yang diperintah secara demokratis, untuk menerima kedaulatan China.

Baca Juga

Tekanan dilancarkan China antara lain dengan menerbangkan jet tempur melintasi garis tengah Selat Taiwan yang sensitif, yang biasanya berfungsi sebagai penyangga tidak resmi. Paket senjata AS terbaru termasuk sensor, rudal, dan artileri.

Izin kongres lebih lanjut diharapkan muncul untuk penjualan pesawat nirawak (drone) yang dibuat oleh General Atomics dan rudal anti kapal Harpoon berbasis darat, yang dibuat oleh Boeing Co, yang berfungsi sebagai rudal jelajah pertahanan pantai. Ketika berbicara kepada wartawan, Yen berterima kasih kepada AS.

Ia mengatakan pembelian paket itu akan membantu Taiwan meningkatkan kemampuan pertahanan untuk menghadapi "ancaman musuh dan situasi baru".

"Ini termasuk kemampuan tempur yang kredibel dan kemampuan peperangan asimetris untuk memperkuat tekad kami mempertahankan diri," ujarnya.

"Ini menunjukkan betapa pentingnya AS bagi keamanan di Indo Pasifik dan Selat Taiwan. Kami akan terus mengonsolidasikan kemitraan keamanan kami dengan Amerika Serikat."

China kemungkinan akan mengutuk penjualan senjata baru, seperti yang selalu terjadi. Tetapi,Yen mengatakan pihaknya tidak ingin ada konfrontasi.

"Kami tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata dengan Komunis China. Kami akan mengajukan persyaratan dan membangun sepenuhnya sesuai dengan konsep strategis pencegahan, mempertahankan posisi dan kebutuhan pertahanan kami."

Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen telah menjadikan modernisasi pertahanan sebagai prioritas dalam menghadapi ancaman China yang meningkat, terutama kemampuan "perang asimetris". Kemampuan yang dimaksud mengacu pada membuat serangan China menjadi sulit dan mahal, misalnya dengan ranjau pintar dan rudal portabel.

Washington yang seperti kebanyakan negara tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taipei, meskipun merupakan pendukung global terkuatnya, telah mendorong Taiwan untuk memodernisasi militernya sehingga dapat menjadi "landak", yang sulit diserang oleh China.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement