Kamis 22 Oct 2020 09:00 WIB

Vaksinasi Dipercepat, Netty Minta Prosesnya Transparan

Saat ini, isu aman atau tidaknya penggunaan vaksin di masyarakat menjadi liar.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Dr. Netty Prasetiyani, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI
Foto: dok. Istimewa
Dr. Netty Prasetiyani, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merencanakan pemberian vaksin Covid-19 kepada masyarakat akan dimulai pada awal November 2020. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta, agar proses pengadaan vaksin Covid-19 transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi.

"Jangan sampai vaksin yang diberikan masih setengah jadi, ini akan membahayakan penduduk," kata Netty dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (21/10).

Dia menambahkan, transparansi yang dimaksud, yaitu dengan mengungkapkan data uji klinis fase 3 di beberapa negara beserta izin penggunaan darurat ke pubik. Hal itu perlu dilakukan untuk menjawab kekhawatiran masyarakat. "Karena saat ini di masyarakat isunya menjadi liar aman atau tidaknya vaksin ini?" ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini juga mengingatkan, agar pemerintah transparan terkait penggunaan anggaran dalam pengadaan vaksin Covid-19. Pemerintah juga berkewajiban untuk melaporkan secara reguler dan detail.

 

"Berapa harga vaksinnya, berapa yang harus dibayar masyarakat dan kelompok masyarakat mana yang digratiskan ini harus jelas," tuturnya.

"Dan sepantasnya pengadaan vaksin ini semata-mata untuk melindungi rakyat dari pandemi Covid-19 dan bukan untuk dijadikan proyek oleh orang-orang yang punya kepentingan," kata Netty.

Sebelumnya Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan, pemerintah telah mendapat komitmen sejumlah produsen vaksin untuk vaksinasi 9,1 juta masyarakat Indonesia pada rentang November-Desember 2020. Yurianto mengatakan, ketersediaan 9,1 juta vaksin tersebut berasal dari tiga farmasi vaksin asal China, yakni, Sinovac Biotech, Sinopharm dan CanSino Biological.

Yurianto meminta, masyarakat tidak boleh menganggap vaksin virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) sebagai penyelesaian akhir pandemi. Masyararakat dan tetap harus menerapkan protokol kesehatan.

"Vaksin tidak boleh dianggap sebagai penyelesaian akhir pandemi ini sehingga kalau ada persepsi bahwa sudah divaksin maka selamat tinggal masker dan protokol kesehatan, itu tidak bisa dilaksanakan. Ini persepsi yang salah," kata Yurianto dalam konferensi virtual Update Vaksin Covid-19, Senin (19/10).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement