Rabu 21 Oct 2020 06:46 WIB

Tangguh di Tengah Bencana Covid-19

Kampung tangguh menguatkan bidang kesehatan, keamanan, dan pangan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Suasana kampung tangguh Glintung Water Street (GWS) di Purwantoro, Blimbing, Kota Malang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Suasana kampung tangguh Glintung Water Street (GWS) di Purwantoro, Blimbing, Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejak Covid-19 mulai merambah Indonesia, sejumlah daerah telah melakukan berbagai langkah antisipasi. Salah satunya dengan menginisiasi kampung tangguh seperti yang dilakukan di berbagai RW di Kota Malang, Jawa Timur. Sedikitnya terdapat 20 kampung tangguh tersebar di lima kecamatan yang salah satunya di Glintung Water Street RW 05, Purwantoro, Blimbing.

Kepala Bagian (Kabag) Humas, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, M Nur Widianto menyatakan, tujuan pendirian kampung tangguh pada dasarnya untuk melestarikan nilai kebersamaan dan kegotong-royongan. Selain itu, menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam menghadapi bencana.

"Termasuk bencana pandemi Covid-19," kata pria disapa Wiwid ini kepada Republika.

Untuk membentuk Kampung Tangguh setidaknya harus menguatkan program pada tiga bidang yakni kesehatan, keamanan lingkungan dan pangan. Ketangguhan kesehatan berarti kampung harus menerapkan protokol Covid-19. Ketangguhan keamanan lingkungan berarti kampung perlu menjaga lingkungannya. Sementara ketangguhan pangan berarti kampung harus memastikan ketersediaan pangan masyarakat.

 

Kampung Glintung Water Street (GWS)

Kampung Glintung Water Street (GWS) telah mewujudkan program ketangguhan di bidang pangan, kesehatan dan keamanan lingkungan. Ketahanan pangan diwujudkan melalui program TELOLET (penanaman Terong, Lombok, pemeliharaan Lele dan tanaman Tomat). Ada pula program Mlinjo gratis yakni warga dapat membarter bahan pokok di balai RW secukupnya.

Ketahanan kesehatan diwujudkan dalam bentuk penyemprotan disinfektan secara rutin setiap dua kali dalam sepekan di lingkungan RW 5 Kelurahan Purwantoro Kota Malang. Kampung juga menyediakan ruang isolasi untuk warga terdampak Covid-19 dan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga kesehatan. Warga juga memasang tempat cuci tangan lengkap dengan sabun cuci tangan di setiap sudut gang. Tak hanya itu, civitas akademika UIN Malang juga dilibatkan untuk mengedukasi warga dengan memberikan pelatihan pemulasaraan jenazah positif Covid-19.

 

Sementara ketangguhan keamanan diwujudkan warga kampung GWS dengan mengaktifkan poskamling dan pembuatan portal. Polres Malang Kota juga dilibatkan untuk menjaga keamanan lingkungan.

Ketua RW 05, Ageng Wijaya Kusuma menyatakan, ide program GWS bermula dari permasalahan banjir yang sering dialami warga. Kemudian warga menemukan solusi yang tepat lewat konsep ketahanan pangan. Maka tak mengherankan apabila di lingkkungan GWS terlihat drainase yang berisi berbagai jenis ikan hingga banyaknya pot tanaman sayuran hidroponik.

"Jadi ada pertanian, peternakan dan perikanan di tengah kota. Di tengah kota ada itu, karena ada limpahan air, kita manfaatkan untuk itu," ucapnya saat ditemui Republika di Balai RW 05, Kampung GWS, Purwantoro, Blimbing, Kota Malang.

Warga RW 05 memutuskan untuk membuat dan memperbaiki drainase. Namun, warga meningkatkan fungsi drainase tersebut tak sekadar sebagai saluran air semata, tetapi dijadikan kolam berbagai jenis ikan mulai dari ikan nila, lele, mujair dan gurami. Warga lalu menambahkan berbagai sayuran hidroponik di atas drainase tersebut.

Ageng mengaku memperoleh banyak bantuan dari dinas Pemkot Malang hingga lembaga pendidikan untuk mewujudkan hal tersebut. Pada bidang perikanan misalnya, warga mendapatkan bantuan bibit, pakan dan pelatihan dari dinas terkait.

"Dari akademisi Universitas Brawijaya memberikan bantuan pembuatan saluran di RT 03, Unmer (Universitas Merdeka) memberikan pendampingan penataan air lalu dikasih ikan," ungkapnya.

Untuk menjalankan program, Ageng menyadari diperlukan transfer keilmuan. Oleh karena itu, warga membentuk kelompok sesuai bidangnya yakni kelompok pertanian, perikanan dan peternakan. Setelah itu didatangkan pendamping dari dinas dan kampus untuk memberikan pembinaan dan pelatihan. Dengan begitu, diharapkan pengelolaan kampung GWS bisa lebih optimal.

Warga mendapatkan manfaat

Dari proses panjang tersebut, warga sudah merasakan hasilnya. Dari panen ikan lele, warga bisa membuat produk unggulan berupa bakso, stik lele dan sempol lele. Begitu pula dengan hasil perikanan lainnya yang sudah bisa diperjualbelikan. Sementara di bidang peternakan, warga kampung GWS biasanya mengolah bahan pangan menjadi masakan jadi. Misalnya, ternak mentok diolah dengan bumbu pedas untuk dijual kembali. Hasilnya akan dibagi kepada kelompok yang mengolah dan kas RW.

Dengan adanya program di GWS, Ageng berharap, pendapatan warga dapat bertambah. Warga yang diberhentikan dari pekerjaannya pun bisa terbantu. Sementara warga yang diisolasi mandiri karena Covid-19 pun bisa ditolong karena tak pusing memikirkan bahan pangan untuk dikonsumsi sehari-hari.

Warga Nana Parliana (40) mengaku senang dapat merasakan manfaat dari sejumlah program di kampung GWS. Apalagi dia turut dilibatkan di program bidang pertanian dan Bank Sampah. "Jadi kadang saya kalau di pertanian, bantu menanam sayuran, memanen dan kadang bantu menjual," ungkap perempuan berhijab ini.

Menurut Nana, program GWS sudah berhasil membantu menambah pemasukan keluarganya. Selain itu, dia juga bisa mengisi waktu luangnya dengan baik melalui sejumlah kegiatan di Balai RW. "Jadi lumayan sibuk, bisa luangkan waktunya untuk kampung," kata perempuan yang sehari-harinya berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Nana berharap, program di GWS dapat berkembang sehingga mampu meningkatkan perekonomian warga. Bahkan, ia bermimpi, GWS bisa menjadi kampung sentra industri seperti di Sanan dengan tempenya. GWS sendiri sudah mempunyai produk unggulan berupa bakso, stik dan sempol berbahan lele.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement